The Image Of The Lost Soul
(Sosok Jiwa
yang Tersesat)
Pengarang: Saki
Penerjemah: Harum Wibowo
Ada sejumlah batu ukiran sosok-sosok yang ditempatkan pada jarak yang
teratur di sepanjang tembok Katedral tua, beberapa dari patung-patung
itu menyerupai malaikat, yang lainnya menyerupai raja dan uskup, dan hampir dari semuanya berada pada sikap pengagungan yang saleh dan tenang. Tapi ada satu sosok, di bawah sisi utara bangunan yang dingin, tidak memiliki
mahkota, topi uskup, ataupun nimbus1, dan wajahnya terlihat
sangar, pahit, dan
putus asa, itu pasti
iblis, kata merpati biru gendut yang bertengger dan berjemur
sepanjang hari di tepian tembok pembatas, tetapi sang gagak tua yang tinggal di menara lonceng2, yang berwenang pada arsitektur gerejawi, mengatakan itu adalah jiwa yang tersesat.
Dan diskusinya selesai di situ.
Suatu
hari di musim gugur, ada seekor burung kecil yang bersuara merdu di atap Katedral. Burung itu
telah mengembara dari lahan kosong dan pagar tanaman yang menipis untuk mencari tempat bertengger di musim dingin.
Ia mencoba untuk mengistirahatkan
kakinya yang lelah di bawah naungan malaikat bersayap yang agung
atau untuk bersarang di lipatan pahatan dari jubah raja, tetapi merpati-merpati gemuk
bergegas menjauhkannya
dari mana pun dia mendarat,
dan para burung gereja yang bising menyingkirkannya
dari tepian. Tidak ada burung yang bersimpati
padanya3, mereka mencicit4 satu sama lain, dan sang pengembara harus pergi.
Hanya patung Jiwa-yang-Tersesat yang menawarkan tempat untuk berlindung. Para merpati tidak menganggapnya aman untuk berdiri di atas
sebuah proyeksi yang terlalu condong,
dan lagipula, patung itu terlalu banyak tertutupi bayangan. Sosok pada
patung tersebut tidak menyilangkan tangannya dalam sikap saleh seperti patung-patung agung lainnya, tapi lengannya terlipat seperti dalam pembangkangan
dan sudutnya membuat tempat peristirahatan yang nyaman
sang bagi burung kecil. Setiap malam ia merayap
dengan mendesak-desakkan badannya
ke sudut, ke arah dada sosok itu, dan matanya yang
mulai gelap tampak berjaga-jaga atas tidurnya. Sang burung kesepian itu mulai mencintai pelindungnya yang
kesepian, dan selama siang hari, ia akan duduk dari waktu ke waktu
di atas penyangga dan menggetarkan musik termerdunya dalam wujud syukur atas perlindungan
malamnya. Dan, itu mungkin hasil pekerjaan
dari angin dan cuaca, atau pengaruh lainnya,
tetapi wajah liar itu tampak secara perlahan kehilangan expresi sangar dan ketidakbahagiaannya. Setiap harinya, selama
berjam-jam yang monoton,
nyanyian tamu kecilnya itu sebentar-sebentar akan terdengar oleh
sang penjaga yang
kesepian, dan pada malam harinya, ketika lonceng malam5 berdentang dan kelelawar abu-abu besar meluncur keluar dari tempat persembunyian
mereka di atap menara lonceng,
burung yang bermata terang itu
akan kembali, berkicau
pertanda bahwa dia telah mengantuk6, dan bersandar ke lengan yang sedari tadi
telah menunggunya. Itu merupakan hari-hari yang bahagia bagi sang Sosok Gelap. Hanya lonceng besar Katedral yang membunyikan pesan mengejeknya setiap hari, "Setelah sukacita ... ada kesedihan."
Orang-orang
yang ada di pondok gereja7
melihat seekor burung coklat kecil melayang-layang di
sekitar Katedral, dan mengagumi suaranya
yang merdu. "Tapi itu sangat disayangkan," kata mereka, "bahwa
semua kicauan itu harus hilang dan terbuang jauh dari pendengaran di
atas tembok pembatas." Mereka
miskin, tetapi mereka memahami
prinsip-prinsip ekonomi politik. Jadi
mereka menangkap burung itu dan memasukkannya ke dalam anyaman sangkar kecil di luar pintu
pondok.
Malam itu si penyanyi kecil hilang dari sarang yang biasanya, dan Sosok Gelap itu mengerti
lebih lebih dari sebelumnya, pahitnya kesepian. Mungkin teman kecilnya telah dibunuh oleh kucing liar atau terluka
oleh batu. Mungkin. . . mungkin dia terbang ke tempat lain. Tapi ketika pagi menjelang, melayanglah ke arahnya,
melalui kebisingan dan hiruk pikuk
area Katedral, pesan
yang samar-samar menyayat hati
dari tahanan
di sangkar jauh di bawah. Dan setiap harinya, di tengah hari,
ketika merpati-merpati gendut tertegun diam setelah makan siang mereka dan burung-burung pipit sedang memandikan diri
mereka sendiri di genangan air di
jalanan, nyanyian burung kecil itu terdengar sampai
ke atas tembok – sebuah nyanyian kelaparan
dan kerinduan dan keputusasaan, tangisan yang
tidak akan pernah bisa dijawab. Para merpati berkomentar, di antara waktu makan, bahwa sosok itu membungkuk lebih dari sebelumnya.
Suatu hari, tidak ada nyanyian yang datang dari sangkar kecil. Hari itu adalah hari terdingin dari musim dingin, dan para merpati dan burung pipit di atap Katedral melihat dengan cemas ke semua sisi untuk mencari sisa-sisa makanan yang mereka andalkan
pada cuaca buruk.
"Apakah orang-orang di pondok sudah melemparkan semuanya ke
tumbukan debu?"
tanya salah satu merpati yang sedang mengintip dari atas tepi tembok pembatas
utara.
"Hanya ada seekor burung kecil yang mati," adalah
jawabannya.
Ada suara berderak di malam hari di
atap Katedral dan suara seperti batu jatuh. Gagak yang
tiggal di menara lonceng mengatakan bahwa lapisannya mempengaruhi susunannya8, dan karena ia telah mengalami banyak kejadian
seperti itu, pastilah begitu. Pagi
harinya,
terlihat bahwa Sosok
Jiwa-yang-Tersesat
itu telah terjungkal dari
penghiasnya dan sekarang terbaring rusak parah di tumpukan debu di luar pondok gereja.
"Itu sama saja,"
seru merpati gemuk, setelah mereka mengintip kejadian itu
selama
beberapa menit, "sekarang kita akan memiliki malaikat
yang bagus yang akan dipajang di
sana. Tentu
saja mereka akan menempatkan
seorang malaikat di sana."
"Setelah sukacita
... ada kesedihan," sahut lonceng
besar.
~The End~
Catatan
Penerjemah (T/L Notes):
Gunakan tombol
kombinasi ‘CTRL+F’ lalu ketik nomer menurut catatan di bawah ini. Contoh: untuk
mengetahui kata/kalimat yang mana membutuhkan penjelasan nomer dua, gunakan
‘CTRL+F’ lalu ketik ‘2’.
1. Nimbus adalah
lingkaran cahaya yang ada di sekitar kepala untuk menggambarkan kesucian.
(referensi:http://books.google.co.id/books?id=R5yP_JT4clAC&pg=PA2&lpg=PA2&dq=nimbus+katedral&source=bl&ots=LZzo9yKGXa&sig=qHFhsJTEam6pHgwgfmmXsmUkr58&hl=id&sa=X&ei=xBnmUcbpGMLyrQf_mICIDA&ved=0CDEQ6AEwAg#v=onepage&q=nimbus%20katedral&f=false)
2. Tertulis “old
belfry jackdaw”, saya kurang yakin apa ini maksudnya gagak yang hinggap di
lonceng menara gereja, atau salah satu jenis burung gagak.
3. Sepertinya ini
adalah idiom “No
respectable bird sang with so much feeling”.
4. Suara yang
dihasilkan oleh burung.
5. “vesper-bell”
6. “twitter a few sleepy notes”
7. “verger’s lodge”,
penginapan/pondok yang disediakan oleh gereja untuk petugas yang bertindak
sebagai penjaga dan pelayan gereja. (sumber: Oxford Dictionary)
8. “The belfry jackdaw said the frost was affecting the fabric,…”
keywords: cerpen terjemahan, kumpulan cerpen, cerita pendek, kumpulan cerpen mancanegara.
No comments:
Post a Comment