PENGUMUMAN

Diberitahukan untuk seluruh pembaca Kumpulan Cerpen Terjemahan,


Kini blog KCT akan pindah ke alamat berikut>> https://cerpenterjemahan.wordpress.com/


Untuk selanjutnya, kami akan memposting cerpen baru di sana. Segera setelah kami selesai mengedit cerpen yang lama, dan merepost ke halaman yang baru, blog ini akan kami hapus.


Terima Kasih dan sampai jumpa di halaman yang baru. ^^

The Cricket War



The Cricket War
(Perang Jangkrik)

Pengarang: Bob Thurber
Penerjemah: Harum Wibowo


Musim panas itu sekumpulan tentara jangkrik memulai perang dengan ayahku. Mereka memilih untuk bertarung segera setelah mereka menyerbu gudang kami. Ayah tidak terlalu perduli terhadap serangga dibandingkan dengan mama, tapi ia bisa mentolerir beberapa laba-laba dan berbagai macam seranggga merayap mengerikan yang tinggal di ruang bawah tanah. Setiap rumah di daerah pertanian punya itu. Sebuah bagian dari kehidupan pedesaan, dan sesuatu yang harus kalian tahan jika kalian menginginkan hidup sederhana.

Dia berkata kepada mama: Sekarang kita tinggal di sini, kau tidak bisa bertingkah dan meributkan sesuatu yang jelas-jelas alami, Ellen. Tapi dia adalah seorang gadis kota tulen dan tidak ingin mendengarkan apapun tentang pembelaan terhadap hama. Dia bilang jangkrik hanyalah kecoa berisik dan serangga bodoh bertanduk yang tidak bisa diam. Katanya di kota ada banyak bangunan yang dibanjiri oleh kecoa sehingga tidak ada cara bagi orang-orang untuk menyingkirkan mereka. Tidak, Pak, tidak mungkin dia bisa tidur dengan semua suara decitan serangga itu, kemudian untuk membuktikan perkataannya, dia tidak akan tidur. Dia minum kopi dan mengisap rokok ayahku dan dia mondar-mandir di antara sofa dan TV. Keesokan paginya ia mengancam untuk berkemas dan pergi, jadi Ayah pergi ke toko perangkat keras1 dan bergegas kembali. Dia menyemprotkan racun dari wadah dengan alat penyemprot. Dia menyemprot ruang bawah tanah dan di sekitar fondasi rumah. Ketika ia selesai, ia mengatakan kepada kami bahwa itu semua sudah berakhir.


Tapi apa yang seharusnya ayahku katakan adalah: ini adalah awal, awal dari perang kita, awal kehancuran kita. Aku sering berpikir kembali tentang musim panas itu dan mencoba untuk membayangkan dia menyampaikan pidato dengan kata-kata seperti itu, karena selama empat belas hari ke depan Mama terus menemukan jangkrik mati di cucian yang telah dicuci bersih. Dia akan mengibaskan handuk atau selimut dan seekor jangkrik hitam mati akan menggelinding di lantai. Kadang-kadang kucing kami akan mengejar satu ekor, dan memukul-mukuli jangkrik itu seolah-olah dia sedang bermain hoki, kemudian membawanya dalam mulutnya. Ayah bilang menelan beberapa jangkrik mati tidak ada salahnya asalkan kucing itu tidak memakannya terlalu banyak. Setiap kali Mama mengeluh ia bilang itu wajar saja kalau kita akan menemukan beberapa yang telah mati untuk sementara waktu ini.

Segera setelah kejadian-kejadian itu, jangkrik hidup mulai muncul di dapur dan kamar mandi. Mama panik karena dia pikir mereka adalah jangkrik mati yang hidup kembali untuk menghantui, tapi Ayah bilang ini pasti gelombang serangan baru, mungkin datang dari pipa. Ia ambil wadah racunnya dan menyemprotkannya di bawah wastafel dan di belakang toilet dan di sepanjang alas tiang sampai seluruh rumah berbau racun, dan kemudian dia menyemprot gudangnya lagi, kemudian ia pergi ke luar dan menyemprotkan racunnya di seluruh pondasi rumah sehingga meninggalkan bekas seperti parit racun selebar kaki. Hentikan mereka, sialan! Tepat di jejak mereka! Katanya kepada kami.

Selama beberapa minggu kami kembali mencari jangkrik mati di tempat cuci. Ayah menyuruh kami untuk tetap bertindak siaga penuh. Dia menyarankan agar kami lebih baik menyembunyikan sebanyak-banyaknya dari Mama. Aku memberi makan kucing yang tidak aku suka dengan puluhan jangkrik mati, karena dia menggaruk dan menggigit tanpa alasan. Kuharap racunnya bisa membunuhnya sehingga kami bisa mendapatkan anak anjing. Sesekali kami menemukan jangkrik mati di kamar mandi atau di bawah wastafel dapur. Kami tidak tahu apakah ini bangkai yang baru atau telah lama mati yang telah dimainkan oleh kucing dan kemudian ditinggalkannya. Ayah memecahkan setengah dari bangkai-bangkai itu untuk menunjukkan kepada kami bahwa mereka baru mati. Lalu ia menggunakan sisa racunnya untuk disemprotkan lagi ke rumah. Beberapa minggu kemudian, ketika baik jangkrik hidup maupun mati terus bermunculan, ia mengosongkan gudang sampah. Dia meminjam mobil pikap Paman Burt dan mengangkut sampah-sampah itu ke tempat pembuangan. Kemudian ia membakar berikat-ikat koran dan majalah yang katanya telah berubah menjadi sarang jangkrik.

Dia berdiri di sebelah api dengan penggaruk di satu tangan dan selang taman di tangan yang lain. Dia tidak akan meninggalkan tempat itu bahkan ketika Mama menyuruhku memanggilnya untuk makan malam. Dia tidak akan meninggalkannya, dan Mama tidak akan menempatkan makan malam di atas meja. Kedua adikku menangis. Akhirnya Mama sendiri yang keluar dan menyuruh ayah untuk makan malam. Dan selagi kami makan, angin mengangkat beberapa bara api ke tumpukan kayu. Satu-satunya bensin terdapat di dalam tangki bahan bakar mesin pemotong rumput tapi itu cukup untuk membuat ledakan yang cukup besar sampai mencapai rumah. Saat atapnya terbakar, tidak banyak yang bisa dilakukan.

Setelah mobil pemadam kebakaran pergi, aku membuat kesalahan karena meminta untuk tetap tinggal sementara Mama mengantar adik-adikku ke rumah Bibi Gail. Aku membantu Ayah dan Paman Burt dan dua pria yang belum pernah kulihat sebelumnya membawa barang-barang ke luar dari rumah dan menumpuknya di pinggir jalan. Di pagi hari kami kembali dengan truk Paman Burt dan mengangkut semuanya. Kami bekerja sampai larut malam dan kami tidak banyak bicara, tidak sepatah katapun mengenai hal-hal yang penting, dan Ayah tidak menawarkan rencana yang ia miliki untuk kami sekarang. Paman Burt memberikan sebotol minuman, tapi aku menggeleng ketika itu ditawarkan kepadaku. Aku menendang dan mengorek semua sisa kebakaran, berdiri terpaku dengan bodohnya menyadari betapa sedikitnya yang bisa diselamatkan, sementara dari seluruh penjuru, gemuruh suara jangkrik menambah keheningan kami.

~The End~


keywords: Bob Thurber, cerpen terjemahan, kumpulan cerita pendek, cerpen bahasa Inggris.

No comments:

Post a Comment