"Apa yang terlihat seperti peluru dapat mengelabuhimu!"8
—Herman Melville
Bagian 1
Istrimu dulu selalu mengatakan bahwa kau akan terlambat
mendatangai pemakamanmu sendiri. Apa kau ingat itu? Candaan kecilnya karena kau
sangat pemalas -- selalu datang terlambat, selalu melupakan apapun, bahkan
sebelum kejadian itu.
Sekarang kau mungkin bertanya-tanya apakah kau sudah terlambat
datang ke pemakaman istrimu.
Kau datang ke sana, tenang saja. Itulah gunanya foto itu –
foto yang ditempel ke dinding di dekat pintu. Mengambil foto saat pemakaman
bukanlah hal yang biasa dilakukan, tapi seseorang, doktermu, kurasa, tahu kalau
kau tidak akan dapat mengingatnya. Foto-foto tersebut ditempel dan melekat
dengan baik di sana, di samping pintu, sehingga kau tidak mungkin melewatkannya
setiap saat kau bangun dan dapat menemukan istrimu di sana.
Lelaki di foto yang sedang memegang bunga? Itu kau. Dan apa
yang sedang kau lakukan? Kau sedang membaca ukiran di batu nisan, mencoba
mencari tahu di pemakaman siapa kau sekarang, dan sebagaimana halnya kau sedang
membacanya sekarang, mencoba mencari tahu kenapa seseorang menempelkan foto itu
di samping pintumu. Tapi kenapa susah payah membaca sesuatu yang tidak akan kau
ingat?
Dia telah tiada, pergi untuk selamanya, dan mendengar kabar
ini, kau pasti merasa pilu sekarang. Percayalah padaku, aku mengerti
perasaanmu. Kau mungkin merasa hancur berkeping-keping. Namun istirahatlah
dahulu barang lima menit, mungkin sepuluh. Mungkin kau bahkan bisa pergi
setengah jam penuh sebelum kau melupakannya.
Tapi kau akan melupakannya -- aku yakin itu. Beberapa menit
lagi kau akan pergi menuju pintu, melihatnya lagi, merasa hancur ketika kau
melihat fotonya. Berapa kali kau harus mengetahui hal ini sebelum sebuah bagian
tubuhmu, selain otak rusakmu itu, mulai mengingatnya?
Duka cita mendalam, amarah mendalam. Tidak berguna tanpa arah.
Mungkin kau tidak dapat mengerti apa yang telah terjadi. Bukan berarti aku
mengerti juga. Amnesia terbalik. Itulah yang tertulis di sana. Penyakit CRS1. Tebakanmu sama bagusnya denganku.
Mungkin kau tidak dapat mengerti apa yang terjadi padamu. Tapi
kau pasti ingat apa yang terjadi pada ISTRIMU, benar ‘kan? Para dokter tidak
mau membicarakannya. Mereka tidak mau menjawab pertanyaanku. Mereka pikir itu
bukanlah tindakan yang tepat untuk seseorang dengan kondisi sepertimu untuk
mendengar hal itu. Tapi kau mengingat cukup banyak, benar kan? Kau ingat wajah
pria itu.
Karena itulah aku menuliskan ini untukmu. Mungkin sia-sia. Aku
tidak tahu berapa kali kau harus membaca ini sampai kau mau mendengarkanku. Aku
bahkan tidak tahu sudah berapa lama kau terkurung di ruangan ini. Tidak juga
kau. Namun keuntunganmu karena lupa adalah kau akan lupa menganggap dirimu
sebagai orang yang gagal.
Cepat atau lambat kau akan melakukan sesuatu terhadap hal itu.
Dan ketika saat itu tiba, kau hanya harus percaya padaku, karena hanya akulah
satu-satunya orang yang dapat menolongmu.
Bagian 2
EARL MEMBUKA
SATU DEMI SATU matanya untuk melihat langit-langit berwarna putih yang
dihalangi oleh sebuah tanda buatan tangan yang dilekatkan di atas kepalanya,
ukurannya cukup besar sampai dia bisa membaca dari kasurnya. Sebuah jam alarm
berdering entah di mana. Dia membaca tanda itu, mengerjapkan matanya,
membacanya lagi, kemudian melihat ke seluruh ruangan.
Ruangan
itu seluruhnya berwarna putih, terlalu putih, dari dinding dan tirai sampai ke
perabotan dan kasurnya. Jam alarm berdering dari meja putih di bawah jendela
yang juga dihiasi dengan tirai berwarna putih. Saat ini Earl mungkin menyadari
bahwa dia sedang berbaring di atas kasur putihnya. Dia mengenakan sebuah baju
panjang dan sepasang sandal.
Dia
berbaring kembali dan membaca tanda yang dilekatkan di atap sekali lagi. Di
sana tertulis, dengan huruf kapital, INI KAMARMU. INI ADALAH KAMAR DI RUMAH
SAKIT. DI SINILAH KAU TINGGAL SEKARANG.
Earl
bangkit dan menatap sekitarnya. Ruangannya besar untuk ukuran rumah sakit -- karpet
linoleum polos terbentang dari ranjangnya ke tiga arah. Dua ke pintu dan satu ke
jendela. Pemandangannya juga tidak terlalu membantu -- pepohonan yang ditanam
berdekatan di tengah bidang lapangan berumput yang menghilang di potongan jalan
berkerikil dua arah. Pepohonannya, kecuali yang berdaun hijau lebat, terlihat
gundul -- awal musim semi atau akhir musim gugur, antara salah satu itu.
Setiap
inci mejanya tertutupi catatan dari kertas post-it,
buku catatan, daftar yang dicetak rapi, buku-buku psikologi, foto-foto yang
dibingkai. Di atas tumpukan itu terdapat teka-teki silang yang baru selesai diisi
setengahnya. Jam alarmnya berdiri di atas tumpukan lipatan koran. Earl memukul
tombol tunda di alarmnya dan mengambil rokok dari kotak yang melekat di lengan
baju pakaiannya. Dia menepuk kantong kosong piyamanya untuk mencari pemantik. Dia
menyambar tumpukan kertas di atas meja, mencari dengan cepat di dalam laci.
Akhirnya dia menemukan sebuah kotak korek api yang ditempelkan di samping
jendela. Sebuah tanda lain dilekatkan di atas kotak. Tertulis di sana, dengan
huruf-huruf besar berwarna kuning, ROKOK? CARI DULU YANG SUDAH MENYALA, BODOH.
Earl
tertawa membacanya, lalu menyalakan rokoknya, dan menghisap panjang-panjang.
Terlekat di jendela di depannya, ada selembar kertas looseleaf yang berjudul JADWALMU.
Jadwalnya
menjelaskan setiap jam, jam demi jam, dalam kotak: 10:00 p.m. sampai 8:00 a.m.
diberi label TIDUR. Earl melihat jam alarm: 8.15. Karena di luar terang, pasti
sekarang pagi. Dia mengecek jam tangannya: 10:30. Dia menekan jam tangannya ke
telinganya dan mulai mendengar. Dia memutar sekali atau dua kali jamnya dan
mengesetnya agar pas dengan jam alarmnya.
Berdasarkan
jadwal, di seluruh kotak dari jam 8:00 sampai 8:30 telah diberi label SIKAT
GIGIMU. Earl tertawa lagi dan berjalan menuju kamar mandi.
Jendela
kamar mandi terbuka. Ketika dia mengepakkan lengannya agar tetap hangat, dia
melihat sebuah asbak di ambang jendela. Sebatang rokok bertengger di sana,
terbakar dengan pelan melalui jari panjang abu. Dia mengerutkan dahinya,
memadamkan puntung rokok tersebut, dan menempatkan yang baru di sana.
Sikat
giginya telah ditempeli dengan pasta gigi putih di atasnya. Kerannya tipe tekan
-- air akan mengalir setiap dia menekannya. Earl mendorong sikat giginya ke
dalam pipi dan mulai menggosok sementara dia membuka lemari obat. Raknya
dipenuhi dengan berbungkus-bungkus kecil vitamin, aspirin, antidiuretics untuk
sekali minum. Pencuci mulutnya juga sekali pakai, sekitar segelas kecil penuh
cairan biru dalam botol plastik yang disegel. Hanya pasta giginya yang ukuran
biasa. Earl meludahkan pasta giginya dan menggantinya dengan pencuci mulut.
Ketika dia menaruh sikat giginya di samping pasta gigi, dia melihat sehelai
kertas kecil yang dijepit di antara rak kaca dan besi yang menyandang lemari
obat. Dia meludahkan cairan biru pencuci mulut ke dalam wastafel dan mengambil
air untuk membilasnya. Dia menutup lemari obat dan tersenyum pada pantulan
bayangannya di cermin.
“Siapa
yang butuh setengah jam untuk menggosok gigi?”
Kertasnya
telah dilipat sampai kecil sekali dengan semua presisi surat cinta anak kelas
enam. Earl membukanya dan merapikannya lagi di hadapan cermin. Tertulis—
KALAU
KAU MASIH BISA MEMBACA INI, MAKA KAU SANGAT PENGECUT.
Earl
menatap dengan tatapan kosong pada kertas tersebut, kemudian membacanya lagi.
Dia membaliknya. Di belakangnya tertulis—
P.S.:
SETELAH KAU MEMBACA INI, SEMBUNYIKAN LAGI.
Earl
membaca kedua sisinya lagi, lalu melipat catatan itu kembali ke ukurannya
semula dan menyelipkannya di bawah pasta gigi.
Mungkin kemudian dia menyadari lukanya. Bermula
tepat di bawah telinga, bergerigi dan tebal, dan menghilang dengan kasar ke
dalam barisan rambutnya. Earl memiringkan kepalanya dan menatap sudut matanya
untuk mengikuti arah lukanya. Dia menjejakinya dengan ujung jarinya, kemudian
melihat kembali ke bawah pada rokok yang menyala di asbak. Sebuah pikiran
muncul di benaknya dan dia berbalik keluar dari kamar mandi.
Dia berhenti di pintu kamarnya, satu tangan di
atas kenob pintu. Dua foto ditempel di dinding dekat pintu. Perhatian Earl awalnya
tertuju pada gambar MRI2, dibingkai hitam terang untuk empat jendela
yang menunjukkan tengkorak seseorang. Di bagian yang ditandai di gambar
tersebut diberi label OTAKMU. Earl memandanginya lekat-lekat. Tanda –tanda
lingkaran dengan warna berbeda-beda. Dia dapat menyadari bola matanya yang
besar dan, di belakang ini, lobus kembar otaknya. Kerutan halus,
lingkaran-lingkaran penuh, semi lingkaran. Tapi tepat di sana, di tengah
kepalanya, dilingkari dengan spidol, menyalur ke dalam dari belakang lehernya
seperti belatung masuk ke dalam aprikot, ada sesuatu yang berbeda. Tidak
berbentuk, hancur, tapi pasti. Corengan gelap, berbentuk bunga, tepat di sana,
di tengah otaknya.
Dia
menunduk untuk melihat gambar yang lain. Itu adalah foto seorang pria yang
sedang membawa bunga, berdiri di dekat makam yang masih baru. Pria itu
menunduk, membaca batu nisan. Selama beberapa saat, ini seperti hall cermin
atau permulaan sketsa yang tak terbatas; seorang pria membungkuk, melihat pria
yang lebih kecil, menunduk, membaca batu nisan. Earl memperhatikan foto itu lekat-lekat.
Mungkin dia mulai menangis. Mungkin dia hanya menatapnya sambil bergeming pada
foto itu. Akhirnya, dia berjalan ke ranjangnya kembali, merebahkan badannya,
mengunci matanya, mencoba untuk tidur.
Rokoknya
terbakar dengan perlahan di kamar mandi. Sirkuit di jam alarm menghitung mundur
dari sepuluh, dan mulai berdering kembali.
Earl
membuka satu per satu matanya untuk melihat langit-langit berwarna putih yang
dihalangi oleh sebuah tanda buatan tangan yang dilekatkan di atas kepalanya,
ukurannya cukup besar sampai dia bisa membaca dari ranjangnya.
Bagian 3
Kau
tidak bisa lagi memiliki kehidupan yang normal. Kau harus tahu itu. Bagaimana
mungkin kau memiliki seorang kekasih tapi kau tidak dapat mengingat namanya?
Tidak bisa memilki anak, tidak, kecuali kalau kau ingin mereka tumbuh besar
dengan seorang ayah yang tidak dapat mengenali mereka. Kau sudah pasti tidak
dapat melakukannya. Tidak terlalu banyak profesi di luar sana yang menghargai
kepikunan. Prostitusi, mungkin. Politik, tentu saja.
Tidak. Hidupmu sudah tamat. Kau orang mati. Satu-satunya hal
yang para dokter lakukan adalah mengajarimu agar tidak menjadi beban berat bagi
para perawat. Dan mereka mungkin tidak akan pernah mengizinkanmu untuk pulang
ke rumah, di manapun itu.
Jadi pertanyaannya bukanlah “hidup atau mati”3,
karena kau memang telah mati. Pertanyaannya adalah apakah kau ingin melakukan
sesuatu terhadap hal itu atau tidak. Apakah balas dendam penting bagimu.
Bagi kebanyakan orang, hal itu penting. Selama beberapa
minggu, mereka membuat rencana diam-diam, mereka mencari cara agar dapat
membalas dendam. Namun dengan berlalunya waktu sudah cukup untuk menghilangkan
niat itu. Waktu bagaikan pencuri, bukankah begitu yang orang-orang katakan? Dan
waktu akhirnya meyakinkan kita bahwa memberikan maaf adalah sebuah kebajikan.
Secara mengejutkan, kepengecutan dan pengampunan terlihat sama pada titik
tertentu. Waktu mencuri keberanianmu.
Jika waktu dan ketakutan tidak cukup untuk mencegah orang
melaksanakan balas dendamnya, selalu ada Wewenang4, dengan lembut
menggelengkan kepalanya dan berkata, Kami mengerti, tapi kau akan menjadi orang
yang lebih baik jika kau mau mengampuninya. Agar derajatmu dapat naik. Agar
tidak terjerembab sampai seperti mereka. Dan lagipula, kata Wewenang, kalau kau
melakukan hal bodoh, kami akan mengurungmu di ruangan yang sempit.
Tapi mereka telah menempatkanmu di ruangan sempit, ‘kan? Hanya
saja mereka tidak benar-benar menguncinya karena kau cacat. Seorang mayat. Orang
cacat otak yang mungkin akan lupa makan atau buang air jika tidak ada seseorang
yang mengingatkanmu.
Dan untuk waktu, well, hal itu tidak akan lagi berlaku padamu,
‘kan? Tepat sepuluh menit yang selalu sama, berulang-ulang lagi. Jadi bagaimana
kau bisa memaafkan kalau kau tidak dapat mengingat untuk melupakannya?
Kau mungkin tipe orang pemaaf, iya ‘kan? Sebelumnya. Tapi kau
bukan lagi pria yang sama seperti dulu. Tidak sedikitpun. Kau adalah pecahan;
kau adalah pria-sepuluh-menit.
Tentu saja, kelemahan bisa menjadi kekuatan. Itulah sumber
utama penggerak hati kita. Kau mungkin akan lebih memilih untuk duduk di kamar
kecilmu dan menangis. Hidup dalam koleksi ingatan yang terbatas, dengan
hati-hati merawat tiap-tiapnya. Setengah hidupmu dihabiskan di balik kaca dan
ditempel ke papan seperti koleksi serangga eksotis. Kau mungkin ingin hidup di
balik kaca itu, ‘kan? Terlindungi dalam aspic5.
Kau mau tapi tidak bisa, benar ‘kan? Kau tidak bisa karena
tambahan terakhir koleksimu itu. Hal terakhir yang kau ingat. Wajah pria itu. Wajah
istrimu, memandangimu untuk meminta pertolongan.
Dan mungkin di sinilah kau bisa berhenti untuk hidup seperti
ini ketika semuanya telah berakhir. Koleksi kecilmu. Mereka bisa mengurungmu
kembali di ruangan sempit yang lain dan kau bisa menghabiskan sisa hidupmu di
masa lalu. Tapi hanya jika kau telah melihat secarik kertas kecil di tanganmu
yang mengatakan kau akan menghabisinya.
Kau tahu aku benar. Kau tahu ada banyak hal yang harus
dilakukan. Kelihatannya mungkin mustahil, tapi aku yakin kalau kita semua
melakukan bagian tugas kita masing-masing, kita dapat menemukan jalan keluarnya.
Tapi kau tidak mempunyai banyak waktu. Tepatnya, kau hanya punya waktu sepuluh
menit. Kemudian semuanya akan kembali berulang. Jadi lakukanlah sesuatu dengan
sisa waktu yang kau punya.
Bagian 4
EARL MEMBUKA MATANYA lalu berkedip-kedip dalam kegelapan.
Jam alarm berbunyi. Waktu menunjukkan jam 3:20, dan cahaya rembulan memasuki
jendela, artinya sekarang pasti subuh. Earl meraba-raba mencari lampu, hampir
menabraknya ketika mencoba menjangkaunya. Cahaya dari lampu pijar memenuhi
ruangan, mewarnai perabotan besinya yang ikut berubah menjadi kuning,
dindingnya kuning, ranjangnya juga. Dia berbaring dan melihat ke arah
petak-petak atap yang ikut kekuningan di atasnya, tertutupi sebagian oleh
tulisan tangan yang ditempelkan di langit-langit. Dia membaca tulisannya, dua
atau tiga kali, kemudian melihat ke sekitar ruangan.
Ruangan
itu sederhana. Kamar rumah sakit, mungkin. Ada meja di samping jendela. Tidak
ada apa-apa di meja selain raungan jam alarm. Earl mungkin menyadarinya, saat
ini, bahwa dia berpakaian lengkap. Dia bahkan mengenakan sepatu di balik
selimutnya. Dia menarik dirinya dari ranjang dan berjalan menuju meja. Tidak
ada di ruangan itu tanda-tanda yang menunjukkan orang lain tidur di sana, atau
pernah tinggal di sana, kecuali sobekan aneh selotip yang tertempel di
mana-mana. Tidak ada gambar, buku, tidak ada apa-apa. Di luar jendela, dia
dapat melihat bulan purnama bersinar di atas rerumputan yang terawat dengan
baik.
Earl
memukul tombol tunda di jam alarm dan menatap sebentar pada dua kunci yang
ditempelkan di belakang tangannya. Dia melepas tempelannya sementara dia
mencari-cari ke dalam laci kosong. Di kantong kiri jaketnya, dia menemukan
segulung uang lembaran seratus dolar dan sebuah surat tersegel di dalam amplop.
Dia memeriksa sisa ruangan dan kamar mandi. Cuilan selotip, puntung rokok.
Tidak ada yang lain.
Earl
bermain dengan potongan luka di lehernya dan bergerak maju ke ranjang. Dia
berbaring kembali dan menatap langit-langit dan tanda yang direkatkan di sana.
Tulisannya, BANGUN, BANGUN SEKARANG. ORANG-ORANG INI MENCOBA MEMBUNUHMU.
Earl
menutup matanya.
Bagian 5
Mereka mencoba mengajarimu membuat daftar
saat SD, ingat? Ketika rencana kegiatanmu ada di balik tanganmu. Dan kalau
tugasmu luntur saat mandi, well, akhirnya tidak ada kegiatan yang dikerjakan.
Tanpa arah, kata mereka. Tidak ada disiplin. Jadi mereka mencoba mengajarimu
agar menuliskannya di suatu tempat yang lebih permanen.
Tentu saja, guru SD-mu
sekarang akan tertawa terbahak-bahak jika mereka dapat melihatmu sekarang.
Karena kau telah menjadi produk yang sama persis seperti pelajaran
pengorganisasian mereka. Karena kau bahkan tidak bisa buang air kecil tanpa
melihat daftarmu.
Mereka benar. Membuat daftar
adalah satu-satunya jalan untuk keluar dari kekacauan ini.
Inilah kebenarannya:
orang-orang, bahkan orang normal, tidak akan penah memiliki sifat yang sama
satu sama lainnya. Tidak sesederhana itu. Kita semua bergantung pada sistem
limbik6, awan elektris berjalan melalui otak. Setiap manusia dipecah
ke dalam pecahan dua-puluh-empat-jam, dan kemudian berulang kembali setelah dua
puluh empat jam. Seperti pantomime harian, seseorang menyerahkan kendali kepada
yang selanjutnya; seperti belakang panggung yang dipenuhi dengan aktor tua yang
menuntut giliran mereka di lampu sorot. Setiap minggu, setiap hari. Orang yang
marah memberikan tongkat kecilnya kepada orang yang muram, dan kemudian
bergiliran ke pecandu sex, para introvert, sosialis. Setiap orang hanyalah
sebuah gerombolan, rentetan kumpulan para idiot.
Inilah tragedi kehidupan.
Karena selama beberapa menit setiap hari, setiap orang menjadi jenius.
Saat-saat menjadi jernih, berwawasan, apapun sebutanmu untuknya. Awan
bergumpal, planet-planet berbaris sejajar dengan rapi, dan semuanya menjadi
jelas. Aku harus berhenti merokok, mungkin, begini caraku mendapatkan
berjuta-juta dengan cepat, atau semacamnya adalah kunci untuk kebahagiaan
sejati. Itulah kenyataan buruknya. Selama beberapa saat, rahasia alam semesta
terbuka di depan kita. Kehidupan hanyalah trik murahan.
Namun yang jenius, yang terpelajar,
harus menyerahkan kendali pada orang berikutnya yang lebih rendah, kebanyakan
seperti orang yang hanya ingin makan keripik kentang, lalu wawasan, kecerdasan,
dan penyelamatan diserahkan pada orang tolol atau hedonis atau maniak
obat-obatan.
Satu-satunya jalan keluar
dari kekacauan ini, tentu saja, adalah dengan mengambil langkah untuk memastikan
bahwa kau mengendalikan para idiot yang telah menjelma menjadi dirimu. Ambil
rentetan kelompokmu, bahu membahu, dan arahkan mereka. Cara terbaik melakukan
ini adalah dengan membuat daftar.
Seperti surat yang kau tulis
untuk dirimu sendiri. Rencana utama, dirancang oleh orang yang dapat melihat
cahaya, dibuat dengan langkah-langkah yang cukup mudah untuk dapat dimengerti
oleh para idiot itu. Ikuti langkah satu sampai seratus. Ulangi jika perlu.
Masalahmu sedikit parah,
mungkin, tapi pada dasarnya sama saja.
Ibarat komputer, ruangan
Cina. Kau ingat itu? Satu orang duduk di sebuah ruang kecil, menaruh kartu
dengan huruf-huruf di atasnya dalam bahasa yang tidak dapat dia mengerti,
menaruhnya lagi satu per satu dengan urutan sesuai dengan instruksi orang lain.
Kartu-kartu tersebut berisi lelucon dalam bahasa Mandarin. Tentu saja pria itu
tidak mengerti bahasa Mandarin. Dia hanya mengikuti perintahnya.
Tentu saja ada beberapa
perbedaan jelas dalam kondisimu: Kau keluar dari ruangan di mana mereka
mengurungmu, sehingga seluruh keberaniaan usahamu dapat dibawa. Dan pria yang
memberikan instruksi -- itu adalah kau, juga, hanyalah versi sebelumnya dari
kau. Dan lelucon yang kau ceritakan, well, terdengar lucu sekali. Aku hanya
tidak berpikir kalau ada orang yang akan menganggapnya lucu.
Jadi itulah gagasannya. Satu-satunya
hal yang harus kau lakukan adalah mengikuti instruksimu. Seperti memanjat
tangga atau menuruni tangga. Melangkah satu demi satu. Menyusuri daftarnya.
Sederhana.
Dan rahasianya, tentu saja,
untuk daftar apapun adalah dengan menjaganya di tempat di mana pasti dapat kau
lihat.
Bagian 6
DIA
DAPAT MENDENGAR DERINGAN suara jam alarm melalui kelopak matanya. Bertubi-tubi.
Dia mencoba meraihnya, tapi dia tidak dapat menggerakkan lengannya.
Earl
membuka matanya dan melihat seorang pria bertubuh besar membungkuk di depannya.
Pria itu menatapnya dengan kesal, kemudian melanjutkan pekerjaannya. Earl
melihat ke sekelilingnya. Terlalu gelap untuk sebuah kantor dokter.
Kemudian
rasa nyeri memenuhi otaknya, menghalangi pertanyaan yang lain. Dia menggeliat
lagi, mencoba menyentakkan lengan bawahnya yang terasa terbakar. Lengannya
tidak bergerak, tapi lelaki itu memberikannya tatapan dingin sekali lagi. Earl menyesuaikan
dirinya di kursi untuk melihat ke atas kepala lelaki itu.
Suara
dan rasa sakit datang dari sebuah sebuah pistol di tangan lelaki itu -- sebuah
pistol dengan jarum di tempat yang seharusnya ada larasnya. Jarumnya menggali
sampai ke dalam daging di bawah lengan Earl, meninggalkan jejak huruf yang
membengkak di dalamnya.
Earl
mencoba untuk menyesuaikan dirinya agar dapat melihat dengan jelas, untuk
membaca tulisan di atas lengannya, namun dia tidak bisa. Dia berbaring kembali
dan menatap atap.
Akhirnya
sang pelukis tato mematikan suara bisingnya, mengelap lengan Earl dengan
sepotong kain, dan berjalan ke belakang untuk mengambil pamflet yang
menjelaskan cara bagaimana menangani infeksi yang mungkin dapat terjadi.
Mungkin nanti dia akan menceritakan kepada istrinya tentang lelaki ini dan
catatan kecilnya. Mungkin istrinya akan menyuruhnya memanggil polisi.
Earl
melihat lengannya. Hurufnya menyembul dari kulitnya, sedikit berarir.
Tulisan-tulisan itu memenuhi dari balik tali jam tangan Earl sampai ke dalam
sikunya. Earl mengerjapkan matanya pada pesan yang tertulis di sana dan
membacanya lagi. Di sana tertulis, dengan huruf kapital rapi, AKU MEMPERKOSA
DAN MEMBUNUH ISTRIMU.
Hari ini adalah hari ulang
tahunmu, jadi aku ada hadiah kecil untukmu. Aku bisa saja membelikanmu bir,
tapi siapa tahu apa yang akan terjadi nantinya?
Jadi,
daripada bir, aku membelikanmu sebuah lonceng kecil. Aku menggadaikan jam tangan
milikmu untuk dapat membelinya, lagipula untuk apa kau memiliki jam tangan?
Kau
mungkin sedang bertanya-tanya, kenapa harus lonceng? Nyatanya, aku yakin kau
akan menanyakan pertanyaan itu kepada dirimu sendiri setiap kali kau
menemukannya di kantongmu. Huruf-huruf ini sudah terlalu banyak sekarang.
Terlalu banyak pertanyaan agar kau bisa mengingat kembali setiap kali kau ingin
mengetahui jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan kecil.
Sebenarnya,
lonceng itu hanya lelucon. Lelucon praktikal. Tapi berpikirlah begini: aku
tidak terlalu mentertawakanmu, begitu juga dirimu sendiri.
Aku
ingin berpikir bahwa setiap kali kau mengeluarkannya dari sakumu dan
bertanya-tanya, kenapa aku mempunyai lonceng ini? Sebagian kecil dirimu,
sebagian kecil otak rusakmu, akan ingat dan tertawa, seperti tertawaku saat
ini.
Di
samping itu, kau tahu jawabannya. Itu adalah sesuatu yang telah kau ketahui
sebelumnya. Jadi kalau kau memikirkannya, kau akan tahu.
Di
masa lalu, orang-orang sangat takut akan terkubur hidup-hidup. Kau ingat
sekarang? Ilmu pengetahuan medis pada saat itu tidak secanggih sekarang,
tiba-tiba terbangun di dalam peti mati bukanlah hal yang jarang terjadi. Jadi
orang-orang kaya memasang selang pernapasan ke peti mati mereka. Selang kecil
yang terpasang sampai ke atas permukaan tanah sehingga jika seseorang terbangun
ketika mereka telah dikira mati sebelumnya, mereka tidak akan kehabisan
oksigen. Sekarang, mereka mengetesnya dan menyadari bahwa kau bisa berteriak
sampai serak melalui selang, tapi selangnya terlalu kecil untuk bisa
mengeluarkan suara keras. Paling tidak, tidak cukup untuk menarik perhatian.
Jadi sehelai benang dimasukkan melalui selang sampai ke lonceng yang dikaitkan
di batu nisan. Jika orang meninggal tadi hidup kembali, satu-satunya hal yang
harus dilakukannya adalah membunyikan loncengnya sampai seseorang datang dan
menggalinya lagi.
Aku
sedang tertawa sekarang, membayangkan kau di bus atau di rumah makan cepat
saji, merogoh saku dan menemukan lonceng kecilmu dan bertanya-tanya pada dirimu
sendiri dari mana asalnya, kenapa kau memiliki itu. Mungkin kau bahkan akan
membunyikannya.
Selamat
ulang tahun, kawan.
Aku
tidak tahu siapa yang menemukan solusi terhadap masalah bersama kita, jadi aku
tidak tahu apakah harus memberikan selamat kepadamu atau kepadaku. Harus
kuakui, hal itu merupakan sedikit perubahan gaya hidup, namun bagaimanapun tetap
sebuah solusi yang elegan.
Tatap
dirimu sendiri untuk mengetahui jawabannya.
Rasanya
seperti sesuatu dari kartu Hallmark7. Aku tidak tahu kapan kau
memikirkannya, tapi aku bangga padamu. Bukan berarti kau tahu apa yang sedang
kubicarakan. Tapi, jujur saja, itu merupakan gagasan yang cemerlang. Lagipula,
setiap orang membutuhkan cermin untuk mengingatkan siapa diri mereka
sebenarnya. Kau tidak ubahnya dengan itu.
Bagian
8
SUARA MEKANIS TERSEBUT BERHENTI SEBENTAR,
lalu terdengar kembali. Katanya, “Waktu menunjukkan jam 8:00 a.m. Ini merupakan
panggilan rutin.” Earl membuka matanya dan menempatkan receiver-nya. Teleponnya bertengger di atas papan kayu penyangga di
belakang ranjangnya, meliku sampai ke sudut dan berakhir di minibar. TV-nya masih menyala, gumpalan
warna daging saling ribut satu sama lainnya. Earl merebahkan badannya lagi dan
terkejut melihat dirinya sendiri yang sekarang terlihat lebih tua, gelap, rambutnya
mencuat keluar dari kepalanya seperti lidah matahari. Cermin di langi-langit
pecah, wajah cerianya lenyap dalam kerutan-kerutan. Earl lanjut menatap
dirinya, terkejut dengan apa yang dilihatnya. Dia berpakaian lengkap, tapi pakaiannya
lusuh, tanda-tanda usang terlihat di mana-mana.
Earl meraba tempat familiar di pergelangan
tangan kirinya, mencari jam tangannya, tapi sudah lenyap. Dia menunduk melihat
dari kaca ke lengannya. Lengannya polos dan kulitnya telah berubah menjadi
gelap rata, seolah-olah dia tidak pernah memiliki jam tangan. Kulitnya rata
berwarna gelap kecuali gambar panah hitam di balik pergelangan tangan Earl,
menunjuk lengan bajunya. Dia menatap pada gambar panah itu untuk beberapa saat.
Mungkin dia tidak mencoba untuk menggosoknya lagi. Dia menggulung lengan
bajunya ke atas.
Panah itu menunjuk ke kalimat di sepanjang
belakang lengan Earl. Dia membaca kalimatnya sekali, mungkin dua kali. Gambar
panah yang lain muncul mulai dari awal kalimat, menunjuk jauh ke lengan Earl,
menghilang di balik lengan baju yang digulung. Dia membuka kancing bajunya.
Melihat ke dadanya, dia dapat melihat jelas
bentuknya tapi tidak dapat memfokuskannya, jadi dia melihatnya melalui kaca di
atasnya.
Tanda panahnya mengarah ke atas lengan
Earl, melewati bahu, dan turun sampai ke torsonya, berhenti pada gambar wajah
seorang pria yang menutupi hampir semua dadanya. Wajah pria berbadan besar,
botak, dengan kumis dan jambang. Wajah yang khas, tapi seperti sketsa gambar
polisi, gambar itu sedikit tidak realistis.
Sisa bagian atas torsonya ditutupi
kata-kata, frasa, potongan informasi, dan instruksi, semuanya tertulis terbalik
bagi Earl, namun dapat dibaca dengan normal di cermin.
Akhirnya Earl duduk, mengancingkan
kemejanya, dan berjalan ke arah meja. Dia mengeluarkan pena dan sepotong kertas
catatan dari laci meja, duduk, dan mulai menulis.
Bagian
9
Aku tidak tahu di mana kau
akan membaca ini. Aku bahkan tidak yakin jika kau akan mau membaca ini. Kurasa
kau tidak harus membacanya.
Sayang
sekali, sungguh, bahwa kau dan aku tidak akan pernah bertemu. Tapi seperti yang
lagu itu katakan, “Saat kau membaca pesan ini, aku sudah pergi.”
Kita
sangat dekat sekarang. Begitulah rasanya. Begitu banyak potongan yang
disatukan, menjelaskan semuanya. Kurasa sekarang hanya masalah waktu sampai kau
menemukan lelaki itu.
Siapa
yang tahu apa yang telah kita lakukan untuk sampai di sini? Pasti cerita yang
amat sangat panjang, andai saja kau dapat mengingatnya sedikit saja. Kurasa
lebih baik kalau kau tidak dapat mengingatnya.
Aku
terpikir sesuatu sekarang. Mungkin akan berguna untukmu.
Setiap
orang menunggu sampai akhir, tapi bagaimana kalau kita ternyata telah melewati
bagian akhirnya? Bagaimana kalau lelucon terakhir dari Hari Pembalasan adalah
hal itu telah lama lewat dan berlalu, dan tidak ada satupun dari kita yang
mengetahuinya? Kiamat datang tanpa suara; yang terpilih digiring ke surga, dan
kita, sisanya yang gagal di pengujian, melanjutkan hidupnya, lupa akan hal itu.
Mati, berjalan tanpa arah setelah para Dewa berhenti menghitung amal kita,
masih optimis terhadap masa depan.
Kurasa, jika itu benar, maka tidak masalah lagi apa yang kau
lakukan. Tidak ada lagi harapan yang dibebankan padamu. Kalau kau tidak dapat
menemukan lelaki itu, maka tidak masalah, karena tidak ada yang akan
dipermasalahkan. Dan jika kau ternyata menemukannya, maka kau bisa membunuhnya
tanpa memikirkan konsekuensinya. Karena tidak ada konsekuensi.
Itulah yang kupikirkan sekarang, di kamar kecil berantakan
ini. Bingkai-bingkai gambar kapal di dinding. Aku tidak tahu pasti, tapi aku harus
menebaknya, aku tebak kita berada di suatu tempat di pinggiran pantai. Jika kau
bertanya-tanya kenapa tangan kirimu lebih gelap lima kali lipat dibandingkan
lengan kananmu, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan padamu. Kurasa kita
pasti telah lama berkendara. Dan, tidak, aku tidak tahu apa yang terjadi dengan
jam tanganmu.
Dan kunci-kunci ini: aku tidak tahu. Bukan barang yang kukenal.
Kunci mobil, kunci rumah, dan kunci kecil untuk gembok. Apa yang telah kita
lakukan?
Kuarasa dia akan merasa bodoh saat kau menemukannya. Ditemukan
oleh manusia sepuluh-menit. Dibunuh oleh orang cacat otak.
Aku akan pergi beberapa saat lagi. Aku akan menaruh penanya,
menutup mataku, dan kemudian kau bisa membacanya kalau kau mau.
Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku bangga padamu. Tidak ada
orang lain yang akan mengatakannya. Tidak ada lagi yang akan menginginkannya.
Bagian 10
MATA EARL TERBUKA LEBAR, menatap melalui jendela
mobil. Matanya tersenyum. Tersenyum melalui jendela di kepadatan orang-orang
yang berkumpul di seberang jalan. Kerumunan orang yang berkumpul di sekitar
mayat di ambang pintu. Mayatnya menghilang perlahan di seberang pinggir jalan
dan ke masuk ke dalam pusaran keramaian.
Seorang lelaki pendek gemuk, terbaring di sana
dengan mata terbuka. Kepala botak, dengan jambang. Terbujur kaku, mati, seperti
yang tergambar di sketsa polisi, wajahnya terlihat sama. Ini pastilah seseorang
yang diketahuinya. Tapi, sungguh, dia bisa siapa saja.
Earl masih tersenyum pada mayat itu saat mobil
bergerak dari pinggir jalan. Mobil? Milik siapa? Mungkin mobil polisi. Mungkin
saja hanya taksi.
Saat mobil memasuki jalan raya, mata Earl masih
bersinar dalam gelapnya malam, memperhatikan mayat itu sampai menghilang ke
dalam lingkaran pejalan kaki yang ingin melihat. Dia tertawa kecil pada dirinya
sendiri saat mobil lanjut membuat jarak antara dia dan kerumunan yang semakin ramai.
Senyum Earl menghilang sedikit. Dia terpikirkan
sesuatu. Dia mulai menepuk sakunya; awalnya pelan-pelan, seperti orang yang
mencari kuncinya, kemudian mencari-carinya dengan putus asa. Mungkin karena
usahanya dihalangi oleh sebuah borgol. Dia mulai mengosongkan isi sakunya ke
atas kursi di sebelahnya. Beberapa lembar uang. Seikat kunci. Potongan kertas.
Sebuah gumpalan besi bulat menggelinding keluar
dari sakunya dan meluncur ke kursi vinil. Earl menjadi panik sekarang. Dia
memukul pemisah plastik antara dia dan pengemudi, meminta pena darinya. Mungkin
supir taksi itu tidak fasih berbahasa Inggris. Mungkin polisi itu tidak mau
berbicara dengan tersangka. Apapun itu, pemisah antara lelaki di depan dan
lelaki di belakang tetap tertutup. Tidak ada pena yang didapatnya.
Mobil menghantam lubang di jalan, dan Earl mengedip
pada pantulanya di kaca spion. dia sekarang tenang. Sopir itu berbelok lagi,
dan gumpalan besi bergeser kembali dan beristirahat di atas kaki Earl dengan
bunyi gemerincing sekali. Dia mengambil dan melihatnya, membuatnya penasaran.
Itu adalah lonceng kecil. Sebuah lonceng besi kecil. Terukir di permukaannya
adalah namanya dan beberapa tanggal. Dia mengetahui yang pertama; tahun
kelahirannya. Tapi tanggal kedua tidak berarti apa-apa baginya. Tidak sama
sekali.
Saat dia memutar lonceng itu di tangannya, dia
menyadari tempat kosong di pergelangan tangan di mana jam tangannya biasa
berada. Ada tanda panah kecil di sana, menunjuk ke atas tangannya. Earl melihat
tanda panah itu, kemudian mulai menggulung lengan bajunya.
Bagian 11
“Kau
akan terlambat datang ke pemakamanmu sendiri nanti,” kata istrimu. Ingat?
Semakin aku memikirkannya, hambar rasanya. Lagipula, orang idiot macam apa yang
terburu-buru ingin sampai ke akhir riwayatnya sendiri?
Dan bagaimana kutahu kalau aku terlambat? Aku tidak punya jam
lagi. Aku tidak tahu apa yang telah kita lakukan dengan itu.
Lagipula, untuk apa kau punya jam? Itu barang antik. Beban
mati yang menempel di pergelanganmu. Simbol dirimu yang lama. Dirimu yang
percaya dengan waktu.
Tidak. Lupakan itu. Tidak terlalu berharga sehingga kau
kehilangan rasa percayamu dengan waktu karena waktu telah kehilangan rasa percayanya
terhadapmu. Dan lagipula, siapa yang perlu itu? Siapa yang mau menjadi salah
satu orang tolol yang hidup di dalam brankas masa depan, di dalam brankas dari
waktu ke waktu yang mereka rasa sebagai sesuatu yang berkuasa? Hidup di masa
selanjutnya, di mana mereka tidak merasakan apapun. Terseok-seok di bawah jarum
jam, jauh dari orang-orang yang melakukan hal-hal yang tak dapat dikatakan
terhadap mereka. Percaya dengan kebohongan bahwa waktu akan menyembuhkan segala
jenis luka --yang mana merupakan cara menyenangkan untuk mengatakan waktu
membunuh kita.
Tapi kau berbeda. Kau lebih sempurna. Waktu adalah segalanya
bagi kebanyakan orang, tapi bagimu, bagi kita, hanya satu hal. Satu. Satu
waktu. Saat ini. Ibarat kau adalah pusat jam, pusat di mana jarum jam berputar.
Waktu bergerak di sekitarmu tapi tidak pernah menggerakkanmu. Waktu telah
kehilangan kekuatan untuk mempengaruhimu. Apa yang mereka katakan? Bahwa waktu
adalah pencuri? Tapi tidak bagimu. Tutup matamu dan kau bisa memulai semuanya
dari awal lagi. Keluarkan emosinya, sesegar mawar.
Waktu adalah sebuah kemustahilan. Sebuah hal yang tidak jelas.
Satu-satunya hal yang penting adalah masa kini. Berjuta-juta kali lebih penting
dibanding yang lainnya. Kau harus percaya padaku. Jika saat ini diulangi dengan
cukup, jika kau terus mencoba -- dan kau memang harus terus mencoba -- pada
akhirnya kau akan menemukan hal selanjutnya di daftarmu.
[Tamat]
Catatan Penerjemah:
1. CRS (Can’t
Remember Stuffs); sebuah singkatan slang Inggris yang berarti ‘tidak dapat
mengingat apa-apa’. Penderitanya akan mengalami kelumpuhan pada ingatan jangka
pendeknya, sehingga tidak dapat mengingat kejadian yang terjadi lebih dari 10
menit yang lalu. Penderita kronisnya bahkan akan mengalami memory lapse
yang membuat ingatan jangka pendeknya selalu diperbaharui dalam kurun waktu
tertentu.
2. Gambar MRI
adalah foto bagian tubuh manusia yang diambil dengan kamera x-ray untuk melihat
bagian dalamnya.
3. “So the question is not "to be or not
to be”,”; dalam konteks cerita ini dapat berarti ‘hidup atau mati’ atau ‘balas
dendam atau tidak’. Frasa ini muncul dalam drama Hamlet karya Shakespeare)
4. ‘authority’; (saya kurang
paham maksudnya apakah ini mengacu pada Tuhan atau sekedar ‘yang berkuasa
secara hukum’)
5. ‘aspic’; agar-agar transparan yang dibuat
dari bahan daging
6. ‘limbic system’; system urat syaraf dan jaringan di dalam
otak yang mengendalikan emosi dasar dan gerakan.
7. ‘Hallmark Cards’; kartu ucapan. Nama
Hallmark diambil dari nama perusahaan Amerika terbesar yang memproduksi kartu
ucapan di Kansas.
8. “What like a bullet can
undeceive!"; artinya apa yang kalian lihat seperti peluru mungkin bukanlah peluru.
Karena bahkan fakta dapat mengelabuhi indera kita.
Wah... makasih banget! ini yg saya cari2 dari dulu. Saya udah nonton filmnya berulang kali dan dapat cerpennya dalam bahasa inggris (tapi gak bisa dibaca, hehe)
ReplyDeletengomong2 siapa penerjemahnya ya?
Saran saya, satu cerpen lebih baik digarap satu penerjemah saja dan nama penerjemahnya dicantumkan. Ini untuk mencegah 1) karya anda dicopy paste orang lain dan diakui sebagai terjemahannya 2) Anda atau (blog ini) dituduh mengcopy paste terjemahan orang lain. Dan yg ketiga, siapa tahu ada penerbit yg sedang mencari penerjemah dan kebetulan tertarik dengan kualitas terjemahan anda :)
Sekali lagi, makasih ya! nanti saya baca....