PENGUMUMAN

Diberitahukan untuk seluruh pembaca Kumpulan Cerpen Terjemahan,


Kini blog KCT akan pindah ke alamat berikut>> https://cerpenterjemahan.wordpress.com/


Untuk selanjutnya, kami akan memposting cerpen baru di sana. Segera setelah kami selesai mengedit cerpen yang lama, dan merepost ke halaman yang baru, blog ini akan kami hapus.


Terima Kasih dan sampai jumpa di halaman yang baru. ^^

Memento Mori

Pengarang: Jonathan Nolan


"Apa yang terlihat seperti peluru dapat mengelabuhimu!"8 
—Herman Melville

Bagian 1

Istrimu dulu selalu mengatakan bahwa kau akan terlambat mendatangai pemakamanmu sendiri. Apa kau ingat itu? Candaan kecilnya karena kau sangat pemalas -- selalu datang terlambat, selalu melupakan apapun, bahkan sebelum kejadian itu.

Sekarang kau mungkin bertanya-tanya apakah kau sudah terlambat datang ke pemakaman istrimu.

Kau datang ke sana, tenang saja. Itulah gunanya foto itu – foto yang ditempel ke dinding di dekat pintu. Mengambil foto saat pemakaman bukanlah hal yang biasa dilakukan, tapi seseorang, doktermu, kurasa, tahu kalau kau tidak akan dapat mengingatnya. Foto-foto tersebut ditempel dan melekat dengan baik di sana, di samping pintu, sehingga kau tidak mungkin melewatkannya setiap saat kau bangun dan dapat menemukan istrimu di sana.

Lelaki di foto yang sedang memegang bunga? Itu kau. Dan apa yang sedang kau lakukan? Kau sedang membaca ukiran di batu nisan, mencoba mencari tahu di pemakaman siapa kau sekarang, dan sebagaimana halnya kau sedang membacanya sekarang, mencoba mencari tahu kenapa seseorang menempelkan foto itu di samping pintumu. Tapi kenapa susah payah membaca sesuatu yang tidak akan kau ingat?


Dia telah tiada, pergi untuk selamanya, dan mendengar kabar ini, kau pasti merasa pilu sekarang. Percayalah padaku, aku mengerti perasaanmu. Kau mungkin merasa hancur berkeping-keping. Namun istirahatlah dahulu barang lima menit, mungkin sepuluh. Mungkin kau bahkan bisa pergi setengah jam penuh sebelum kau melupakannya.

Tapi kau akan melupakannya -- aku yakin itu. Beberapa menit lagi kau akan pergi menuju pintu, melihatnya lagi, merasa hancur ketika kau melihat fotonya. Berapa kali kau harus mengetahui hal ini sebelum sebuah bagian tubuhmu, selain otak rusakmu itu, mulai mengingatnya?

Duka cita mendalam, amarah mendalam. Tidak berguna tanpa arah. Mungkin kau tidak dapat mengerti apa yang telah terjadi. Bukan berarti aku mengerti juga. Amnesia terbalik. Itulah yang tertulis di sana. Penyakit CRS1. Tebakanmu sama bagusnya denganku.

Mungkin kau tidak dapat mengerti apa yang terjadi padamu. Tapi kau pasti ingat apa yang terjadi pada ISTRIMU, benar ‘kan? Para dokter tidak mau membicarakannya. Mereka tidak mau menjawab pertanyaanku. Mereka pikir itu bukanlah tindakan yang tepat untuk seseorang dengan kondisi sepertimu untuk mendengar hal itu. Tapi kau mengingat cukup banyak, benar kan? Kau ingat wajah pria itu.

Karena itulah aku menuliskan ini untukmu. Mungkin sia-sia. Aku tidak tahu berapa kali kau harus membaca ini sampai kau mau mendengarkanku. Aku bahkan tidak tahu sudah berapa lama kau terkurung di ruangan ini. Tidak juga kau. Namun keuntunganmu karena lupa adalah kau akan lupa menganggap dirimu sebagai orang yang gagal.

Cepat atau lambat kau akan melakukan sesuatu terhadap hal itu. Dan ketika saat itu tiba, kau hanya harus percaya padaku, karena hanya akulah satu-satunya orang yang dapat menolongmu.

Bagian 2

EARL MEMBUKA SATU DEMI SATU matanya untuk melihat langit-langit berwarna putih yang dihalangi oleh sebuah tanda buatan tangan yang dilekatkan di atas kepalanya, ukurannya cukup besar sampai dia bisa membaca dari kasurnya. Sebuah jam alarm berdering entah di mana. Dia membaca tanda itu, mengerjapkan matanya, membacanya lagi, kemudian melihat ke seluruh ruangan.

Ruangan itu seluruhnya berwarna putih, terlalu putih, dari dinding dan tirai sampai ke perabotan dan kasurnya. Jam alarm berdering dari meja putih di bawah jendela yang juga dihiasi dengan tirai berwarna putih. Saat ini Earl mungkin menyadari bahwa dia sedang berbaring di atas kasur putihnya. Dia mengenakan sebuah baju panjang dan sepasang sandal.

Dia berbaring kembali dan membaca tanda yang dilekatkan di atap sekali lagi. Di sana tertulis, dengan huruf kapital, INI KAMARMU. INI ADALAH KAMAR DI RUMAH SAKIT. DI SINILAH KAU TINGGAL SEKARANG.

Earl bangkit dan menatap sekitarnya. Ruangannya besar untuk ukuran rumah sakit -- karpet linoleum polos terbentang dari ranjangnya ke tiga arah. Dua ke pintu dan satu ke jendela. Pemandangannya juga tidak terlalu membantu -- pepohonan yang ditanam berdekatan di tengah bidang lapangan berumput yang menghilang di potongan jalan berkerikil dua arah. Pepohonannya, kecuali yang berdaun hijau lebat, terlihat gundul -- awal musim semi atau akhir musim gugur, antara salah satu itu.

Setiap inci mejanya tertutupi catatan dari kertas post-it, buku catatan, daftar yang dicetak rapi, buku-buku psikologi, foto-foto yang dibingkai. Di atas tumpukan itu terdapat teka-teki silang yang baru selesai diisi setengahnya. Jam alarmnya berdiri di atas tumpukan lipatan koran. Earl memukul tombol tunda di alarmnya dan mengambil rokok dari kotak yang melekat di lengan baju pakaiannya. Dia menepuk kantong kosong piyamanya untuk mencari pemantik. Dia menyambar tumpukan kertas di atas meja, mencari dengan cepat di dalam laci. Akhirnya dia menemukan sebuah kotak korek api yang ditempelkan di samping jendela. Sebuah tanda lain dilekatkan di atas kotak. Tertulis di sana, dengan huruf-huruf besar berwarna kuning, ROKOK? CARI DULU YANG SUDAH MENYALA, BODOH.

Earl tertawa membacanya, lalu menyalakan rokoknya, dan menghisap panjang-panjang. Terlekat di jendela di depannya, ada selembar kertas looseleaf yang berjudul JADWALMU.

Jadwalnya menjelaskan setiap jam, jam demi jam, dalam kotak: 10:00 p.m. sampai 8:00 a.m. diberi label TIDUR. Earl melihat jam alarm: 8.15. Karena di luar terang, pasti sekarang pagi. Dia mengecek jam tangannya: 10:30. Dia menekan jam tangannya ke telinganya dan mulai mendengar. Dia memutar sekali atau dua kali jamnya dan mengesetnya agar pas dengan jam alarmnya.

Berdasarkan jadwal, di seluruh kotak dari jam 8:00 sampai 8:30 telah diberi label SIKAT GIGIMU. Earl tertawa lagi dan berjalan menuju kamar mandi.

Jendela kamar mandi terbuka. Ketika dia mengepakkan lengannya agar tetap hangat, dia melihat sebuah asbak di ambang jendela. Sebatang rokok bertengger di sana, terbakar dengan pelan melalui jari panjang abu. Dia mengerutkan dahinya, memadamkan puntung rokok tersebut, dan menempatkan yang baru di sana.

Sikat giginya telah ditempeli dengan pasta gigi putih di atasnya. Kerannya tipe tekan -- air akan mengalir setiap dia menekannya. Earl mendorong sikat giginya ke dalam pipi dan mulai menggosok sementara dia membuka lemari obat. Raknya dipenuhi dengan berbungkus-bungkus kecil vitamin, aspirin, antidiuretics untuk sekali minum. Pencuci mulutnya juga sekali pakai, sekitar segelas kecil penuh cairan biru dalam botol plastik yang disegel. Hanya pasta giginya yang ukuran biasa. Earl meludahkan pasta giginya dan menggantinya dengan pencuci mulut. Ketika dia menaruh sikat giginya di samping pasta gigi, dia melihat sehelai kertas kecil yang dijepit di antara rak kaca dan besi yang menyandang lemari obat. Dia meludahkan cairan biru pencuci mulut ke dalam wastafel dan mengambil air untuk membilasnya. Dia menutup lemari obat dan tersenyum pada pantulan bayangannya di cermin.

“Siapa yang butuh setengah jam untuk menggosok gigi?”

Kertasnya telah dilipat sampai kecil sekali dengan semua presisi surat cinta anak kelas enam. Earl membukanya dan merapikannya lagi di hadapan cermin. Tertulis—

KALAU KAU MASIH BISA MEMBACA INI, MAKA KAU SANGAT PENGECUT.

Earl menatap dengan tatapan kosong pada kertas tersebut, kemudian membacanya lagi. Dia membaliknya. Di belakangnya tertulis—

P.S.: SETELAH KAU MEMBACA INI, SEMBUNYIKAN LAGI.

Earl membaca kedua sisinya lagi, lalu melipat catatan itu kembali ke ukurannya semula dan menyelipkannya di bawah pasta gigi.
  
Mungkin kemudian dia menyadari lukanya. Bermula tepat di bawah telinga, bergerigi dan tebal, dan menghilang dengan kasar ke dalam barisan rambutnya. Earl memiringkan kepalanya dan menatap sudut matanya untuk mengikuti arah lukanya. Dia menjejakinya dengan ujung jarinya, kemudian melihat kembali ke bawah pada rokok yang menyala di asbak. Sebuah pikiran muncul di benaknya dan dia berbalik keluar dari kamar mandi.

 Dia berhenti di pintu kamarnya, satu tangan di atas kenob pintu. Dua foto ditempel di dinding dekat pintu. Perhatian Earl awalnya tertuju pada gambar MRI2, dibingkai hitam terang untuk empat jendela yang menunjukkan tengkorak seseorang. Di bagian yang ditandai di gambar tersebut diberi label OTAKMU. Earl memandanginya lekat-lekat. Tanda –tanda lingkaran dengan warna berbeda-beda. Dia dapat menyadari bola matanya yang besar dan, di belakang ini, lobus kembar otaknya. Kerutan halus, lingkaran-lingkaran penuh, semi lingkaran. Tapi tepat di sana, di tengah kepalanya, dilingkari dengan spidol, menyalur ke dalam dari belakang lehernya seperti belatung masuk ke dalam aprikot, ada sesuatu yang berbeda. Tidak berbentuk, hancur, tapi pasti. Corengan gelap, berbentuk bunga, tepat di sana, di tengah otaknya.

Dia menunduk untuk melihat gambar yang lain. Itu adalah foto seorang pria yang sedang membawa bunga, berdiri di dekat makam yang masih baru. Pria itu menunduk, membaca batu nisan. Selama beberapa saat, ini seperti hall cermin atau permulaan sketsa yang tak terbatas; seorang pria membungkuk, melihat pria yang lebih kecil, menunduk, membaca batu nisan. Earl memperhatikan foto itu lekat-lekat. Mungkin dia mulai menangis. Mungkin dia hanya menatapnya sambil bergeming pada foto itu. Akhirnya, dia berjalan ke ranjangnya kembali, merebahkan badannya, mengunci matanya, mencoba untuk tidur.

Rokoknya terbakar dengan perlahan di kamar mandi. Sirkuit di jam alarm menghitung mundur dari sepuluh, dan mulai berdering kembali.

Earl membuka satu per satu matanya untuk melihat langit-langit berwarna putih yang dihalangi oleh sebuah tanda buatan tangan yang dilekatkan di atas kepalanya, ukurannya cukup besar sampai dia bisa membaca dari ranjangnya.

Bagian 3
           
Kau tidak bisa lagi memiliki kehidupan yang normal. Kau harus tahu itu. Bagaimana mungkin kau memiliki seorang kekasih tapi kau tidak dapat mengingat namanya? Tidak bisa memilki anak, tidak, kecuali kalau kau ingin mereka tumbuh besar dengan seorang ayah yang tidak dapat mengenali mereka. Kau sudah pasti tidak dapat melakukannya. Tidak terlalu banyak profesi di luar sana yang menghargai kepikunan. Prostitusi, mungkin. Politik, tentu saja.

Tidak. Hidupmu sudah tamat. Kau orang mati. Satu-satunya hal yang para dokter lakukan adalah mengajarimu agar tidak menjadi beban berat bagi para perawat. Dan mereka mungkin tidak akan pernah mengizinkanmu untuk pulang ke rumah, di manapun itu.

Jadi pertanyaannya bukanlah “hidup atau mati”3, karena kau memang telah mati. Pertanyaannya adalah apakah kau ingin melakukan sesuatu terhadap hal itu atau tidak. Apakah balas dendam penting bagimu.

Bagi kebanyakan orang, hal itu penting. Selama beberapa minggu, mereka membuat rencana diam-diam, mereka mencari cara agar dapat membalas dendam. Namun dengan berlalunya waktu sudah cukup untuk menghilangkan niat itu. Waktu bagaikan pencuri, bukankah begitu yang orang-orang katakan? Dan waktu akhirnya meyakinkan kita bahwa memberikan maaf adalah sebuah kebajikan. Secara mengejutkan, kepengecutan dan pengampunan terlihat sama pada titik tertentu. Waktu mencuri keberanianmu.

Jika waktu dan ketakutan tidak cukup untuk mencegah orang melaksanakan balas dendamnya, selalu ada Wewenang4, dengan lembut menggelengkan kepalanya dan berkata, Kami mengerti, tapi kau akan menjadi orang yang lebih baik jika kau mau mengampuninya. Agar derajatmu dapat naik. Agar tidak terjerembab sampai seperti mereka. Dan lagipula, kata Wewenang, kalau kau melakukan hal bodoh, kami akan mengurungmu di ruangan yang sempit.

Tapi mereka telah menempatkanmu di ruangan sempit, ‘kan? Hanya saja mereka tidak benar-benar menguncinya karena kau cacat. Seorang mayat. Orang cacat otak yang mungkin akan lupa makan atau buang air jika tidak ada seseorang yang mengingatkanmu.

Dan untuk waktu, well, hal itu tidak akan lagi berlaku padamu, ‘kan? Tepat sepuluh menit yang selalu sama, berulang-ulang lagi. Jadi bagaimana kau bisa memaafkan kalau kau tidak dapat mengingat untuk melupakannya?

Kau mungkin tipe orang pemaaf, iya ‘kan? Sebelumnya. Tapi kau bukan lagi pria yang sama seperti dulu. Tidak sedikitpun. Kau adalah pecahan; kau adalah pria-sepuluh-menit.

Tentu saja, kelemahan bisa menjadi kekuatan. Itulah sumber utama penggerak hati kita. Kau mungkin akan lebih memilih untuk duduk di kamar kecilmu dan menangis. Hidup dalam koleksi ingatan yang terbatas, dengan hati-hati merawat tiap-tiapnya. Setengah hidupmu dihabiskan di balik kaca dan ditempel ke papan seperti koleksi serangga eksotis. Kau mungkin ingin hidup di balik kaca itu, ‘kan? Terlindungi dalam aspic5.

Kau mau tapi tidak bisa, benar ‘kan? Kau tidak bisa karena tambahan terakhir koleksimu itu. Hal terakhir yang kau ingat. Wajah pria itu. Wajah istrimu, memandangimu untuk meminta pertolongan.

Dan mungkin di sinilah kau bisa berhenti untuk hidup seperti ini ketika semuanya telah berakhir. Koleksi kecilmu. Mereka bisa mengurungmu kembali di ruangan sempit yang lain dan kau bisa menghabiskan sisa hidupmu di masa lalu. Tapi hanya jika kau telah melihat secarik kertas kecil di tanganmu yang mengatakan kau akan menghabisinya.

Kau tahu aku benar. Kau tahu ada banyak hal yang harus dilakukan. Kelihatannya mungkin mustahil, tapi aku yakin kalau kita semua melakukan bagian tugas kita masing-masing, kita dapat menemukan jalan keluarnya. Tapi kau tidak mempunyai banyak waktu. Tepatnya, kau hanya punya waktu sepuluh menit. Kemudian semuanya akan kembali berulang. Jadi lakukanlah sesuatu dengan sisa waktu yang kau punya.

Bagian 4

EARL MEMBUKA MATANYA lalu berkedip-kedip dalam kegelapan. Jam alarm berbunyi. Waktu menunjukkan jam 3:20, dan cahaya rembulan memasuki jendela, artinya sekarang pasti subuh. Earl meraba-raba mencari lampu, hampir menabraknya ketika mencoba menjangkaunya. Cahaya dari lampu pijar memenuhi ruangan, mewarnai perabotan besinya yang ikut berubah menjadi kuning, dindingnya kuning, ranjangnya juga. Dia berbaring dan melihat ke arah petak-petak atap yang ikut kekuningan di atasnya, tertutupi sebagian oleh tulisan tangan yang ditempelkan di langit-langit. Dia membaca tulisannya, dua atau tiga kali, kemudian melihat ke sekitar ruangan.

Ruangan itu sederhana. Kamar rumah sakit, mungkin. Ada meja di samping jendela. Tidak ada apa-apa di meja selain raungan jam alarm. Earl mungkin menyadarinya, saat ini, bahwa dia berpakaian lengkap. Dia bahkan mengenakan sepatu di balik selimutnya. Dia menarik dirinya dari ranjang dan berjalan menuju meja. Tidak ada di ruangan itu tanda-tanda yang menunjukkan orang lain tidur di sana, atau pernah tinggal di sana, kecuali sobekan aneh selotip yang tertempel di mana-mana. Tidak ada gambar, buku, tidak ada apa-apa. Di luar jendela, dia dapat melihat bulan purnama bersinar di atas rerumputan yang terawat dengan baik.

Earl memukul tombol tunda di jam alarm dan menatap sebentar pada dua kunci yang ditempelkan di belakang tangannya. Dia melepas tempelannya sementara dia mencari-cari ke dalam laci kosong. Di kantong kiri jaketnya, dia menemukan segulung uang lembaran seratus dolar dan sebuah surat tersegel di dalam amplop. Dia memeriksa sisa ruangan dan kamar mandi. Cuilan selotip, puntung rokok. Tidak ada yang lain.

Earl bermain dengan potongan luka di lehernya dan bergerak maju ke ranjang. Dia berbaring kembali dan menatap langit-langit dan tanda yang direkatkan di sana. Tulisannya, BANGUN, BANGUN SEKARANG. ORANG-ORANG INI MENCOBA MEMBUNUHMU.

Earl menutup matanya.

Bagian 5

Mereka mencoba mengajarimu membuat daftar saat SD, ingat? Ketika rencana kegiatanmu ada di balik tanganmu. Dan kalau tugasmu luntur saat mandi, well, akhirnya tidak ada kegiatan yang dikerjakan. Tanpa arah, kata mereka. Tidak ada disiplin. Jadi mereka mencoba mengajarimu agar menuliskannya di suatu tempat yang lebih permanen.

Tentu saja, guru SD-mu sekarang akan tertawa terbahak-bahak jika mereka dapat melihatmu sekarang. Karena kau telah menjadi produk yang sama persis seperti pelajaran pengorganisasian mereka. Karena kau bahkan tidak bisa buang air kecil tanpa melihat daftarmu.

Mereka benar. Membuat daftar adalah satu-satunya jalan untuk keluar dari kekacauan ini.

Inilah kebenarannya: orang-orang, bahkan orang normal, tidak akan penah memiliki sifat yang sama satu sama lainnya. Tidak sesederhana itu. Kita semua bergantung pada sistem limbik6, awan elektris berjalan melalui otak. Setiap manusia dipecah ke dalam pecahan dua-puluh-empat-jam, dan kemudian berulang kembali setelah dua puluh empat jam. Seperti pantomime harian, seseorang menyerahkan kendali kepada yang selanjutnya; seperti belakang panggung yang dipenuhi dengan aktor tua yang menuntut giliran mereka di lampu sorot. Setiap minggu, setiap hari. Orang yang marah memberikan tongkat kecilnya kepada orang yang muram, dan kemudian bergiliran ke pecandu sex, para introvert, sosialis. Setiap orang hanyalah sebuah gerombolan, rentetan kumpulan para idiot.

Inilah tragedi kehidupan. Karena selama beberapa menit setiap hari, setiap orang menjadi jenius. Saat-saat menjadi jernih, berwawasan, apapun sebutanmu untuknya. Awan bergumpal, planet-planet berbaris sejajar dengan rapi, dan semuanya menjadi jelas. Aku harus berhenti merokok, mungkin, begini caraku mendapatkan berjuta-juta dengan cepat, atau semacamnya adalah kunci untuk kebahagiaan sejati. Itulah kenyataan buruknya. Selama beberapa saat, rahasia alam semesta terbuka di depan kita. Kehidupan hanyalah trik murahan.

Namun yang jenius, yang terpelajar, harus menyerahkan kendali pada orang berikutnya yang lebih rendah, kebanyakan seperti orang yang hanya ingin makan keripik kentang, lalu wawasan, kecerdasan, dan penyelamatan diserahkan pada orang tolol atau hedonis atau maniak obat-obatan.

Satu-satunya jalan keluar dari kekacauan ini, tentu saja, adalah dengan mengambil langkah untuk memastikan bahwa kau mengendalikan para idiot yang telah menjelma menjadi dirimu. Ambil rentetan kelompokmu, bahu membahu, dan arahkan mereka. Cara terbaik melakukan ini adalah dengan membuat daftar.

Seperti surat yang kau tulis untuk dirimu sendiri. Rencana utama, dirancang oleh orang yang dapat melihat cahaya, dibuat dengan langkah-langkah yang cukup mudah untuk dapat dimengerti oleh para idiot itu. Ikuti langkah satu sampai seratus. Ulangi jika perlu.

Masalahmu sedikit parah, mungkin, tapi pada dasarnya sama saja.

Ibarat komputer, ruangan Cina. Kau ingat itu? Satu orang duduk di sebuah ruang kecil, menaruh kartu dengan huruf-huruf di atasnya dalam bahasa yang tidak dapat dia mengerti, menaruhnya lagi satu per satu dengan urutan sesuai dengan instruksi orang lain. Kartu-kartu tersebut berisi lelucon dalam bahasa Mandarin. Tentu saja pria itu tidak mengerti bahasa Mandarin. Dia hanya mengikuti perintahnya.

Tentu saja ada beberapa perbedaan jelas dalam kondisimu: Kau keluar dari ruangan di mana mereka mengurungmu, sehingga seluruh keberaniaan usahamu dapat dibawa. Dan pria yang memberikan instruksi -- itu adalah kau, juga, hanyalah versi sebelumnya dari kau. Dan lelucon yang kau ceritakan, well, terdengar lucu sekali. Aku hanya tidak berpikir kalau ada orang yang akan menganggapnya lucu.

Jadi itulah gagasannya. Satu-satunya hal yang harus kau lakukan adalah mengikuti instruksimu. Seperti memanjat tangga atau menuruni tangga. Melangkah satu demi satu. Menyusuri daftarnya. Sederhana.

Dan rahasianya, tentu saja, untuk daftar apapun adalah dengan menjaganya di tempat di mana pasti dapat kau lihat.

Bagian 6

DIA DAPAT MENDENGAR DERINGAN suara jam alarm melalui kelopak matanya. Bertubi-tubi. Dia mencoba meraihnya, tapi dia tidak dapat menggerakkan lengannya.

Earl membuka matanya dan melihat seorang pria bertubuh besar membungkuk di depannya. Pria itu menatapnya dengan kesal, kemudian melanjutkan pekerjaannya. Earl melihat ke sekelilingnya. Terlalu gelap untuk sebuah kantor dokter.

Kemudian rasa nyeri memenuhi otaknya, menghalangi pertanyaan yang lain. Dia menggeliat lagi, mencoba menyentakkan lengan bawahnya yang terasa terbakar. Lengannya tidak bergerak, tapi lelaki itu memberikannya tatapan dingin sekali lagi. Earl menyesuaikan dirinya di kursi untuk melihat ke atas kepala lelaki itu.

Suara dan rasa sakit datang dari sebuah sebuah pistol di tangan lelaki itu -- sebuah pistol dengan jarum di tempat yang seharusnya ada larasnya. Jarumnya menggali sampai ke dalam daging di bawah lengan Earl, meninggalkan jejak huruf yang membengkak di dalamnya.

Earl mencoba untuk menyesuaikan dirinya agar dapat melihat dengan jelas, untuk membaca tulisan di atas lengannya, namun dia tidak bisa. Dia berbaring kembali dan menatap atap.

Akhirnya sang pelukis tato mematikan suara bisingnya, mengelap lengan Earl dengan sepotong kain, dan berjalan ke belakang untuk mengambil pamflet yang menjelaskan cara bagaimana menangani infeksi yang mungkin dapat terjadi. Mungkin nanti dia akan menceritakan kepada istrinya tentang lelaki ini dan catatan kecilnya. Mungkin istrinya akan menyuruhnya memanggil polisi.

Earl melihat lengannya. Hurufnya menyembul dari kulitnya, sedikit berarir. Tulisan-tulisan itu memenuhi dari balik tali jam tangan Earl sampai ke dalam sikunya. Earl mengerjapkan matanya pada pesan yang tertulis di sana dan membacanya lagi. Di sana tertulis, dengan huruf kapital rapi, AKU MEMPERKOSA DAN MEMBUNUH ISTRIMU.


Hari ini adalah hari ulang tahunmu, jadi aku ada hadiah kecil untukmu. Aku bisa saja membelikanmu bir, tapi siapa tahu apa yang akan terjadi nantinya?

Jadi, daripada bir, aku membelikanmu sebuah lonceng kecil. Aku menggadaikan jam tangan milikmu untuk dapat membelinya, lagipula untuk apa kau memiliki jam tangan?

Kau mungkin sedang bertanya-tanya, kenapa harus lonceng? Nyatanya, aku yakin kau akan menanyakan pertanyaan itu kepada dirimu sendiri setiap kali kau menemukannya di kantongmu. Huruf-huruf ini sudah terlalu banyak sekarang. Terlalu banyak pertanyaan agar kau bisa mengingat kembali setiap kali kau ingin mengetahui jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan kecil.

Sebenarnya, lonceng itu hanya lelucon. Lelucon praktikal. Tapi berpikirlah begini: aku tidak terlalu mentertawakanmu, begitu juga dirimu sendiri.

Aku ingin berpikir bahwa setiap kali kau mengeluarkannya dari sakumu dan bertanya-tanya, kenapa aku mempunyai lonceng ini? Sebagian kecil dirimu, sebagian kecil otak rusakmu, akan ingat dan tertawa, seperti tertawaku saat ini.

Di samping itu, kau tahu jawabannya. Itu adalah sesuatu yang telah kau ketahui sebelumnya. Jadi kalau kau memikirkannya, kau akan tahu.

Di masa lalu, orang-orang sangat takut akan terkubur hidup-hidup. Kau ingat sekarang? Ilmu pengetahuan medis pada saat itu tidak secanggih sekarang, tiba-tiba terbangun di dalam peti mati bukanlah hal yang jarang terjadi. Jadi orang-orang kaya memasang selang pernapasan ke peti mati mereka. Selang kecil yang terpasang sampai ke atas permukaan tanah sehingga jika seseorang terbangun ketika mereka telah dikira mati sebelumnya, mereka tidak akan kehabisan oksigen. Sekarang, mereka mengetesnya dan menyadari bahwa kau bisa berteriak sampai serak melalui selang, tapi selangnya terlalu kecil untuk bisa mengeluarkan suara keras. Paling tidak, tidak cukup untuk menarik perhatian. Jadi sehelai benang dimasukkan melalui selang sampai ke lonceng yang dikaitkan di batu nisan. Jika orang meninggal tadi hidup kembali, satu-satunya hal yang harus dilakukannya adalah membunyikan loncengnya sampai seseorang datang dan menggalinya lagi.

Aku sedang tertawa sekarang, membayangkan kau di bus atau di rumah makan cepat saji, merogoh saku dan menemukan lonceng kecilmu dan bertanya-tanya pada dirimu sendiri dari mana asalnya, kenapa kau memiliki itu. Mungkin kau bahkan akan membunyikannya.

Selamat ulang tahun, kawan.

Aku tidak tahu siapa yang menemukan solusi terhadap masalah bersama kita, jadi aku tidak tahu apakah harus memberikan selamat kepadamu atau kepadaku. Harus kuakui, hal itu merupakan sedikit perubahan gaya hidup, namun bagaimanapun tetap sebuah solusi yang elegan.

Tatap dirimu sendiri untuk mengetahui jawabannya.

Rasanya seperti sesuatu dari kartu Hallmark7. Aku tidak tahu kapan kau memikirkannya, tapi aku bangga padamu. Bukan berarti kau tahu apa yang sedang kubicarakan. Tapi, jujur saja, itu merupakan gagasan yang cemerlang. Lagipula, setiap orang membutuhkan cermin untuk mengingatkan siapa diri mereka sebenarnya. Kau tidak ubahnya dengan itu.

Bagian 8

SUARA MEKANIS TERSEBUT BERHENTI SEBENTAR, lalu terdengar kembali. Katanya, “Waktu menunjukkan jam 8:00 a.m. Ini merupakan panggilan rutin.” Earl membuka matanya dan menempatkan receiver-nya. Teleponnya bertengger di atas papan kayu penyangga di belakang ranjangnya, meliku sampai ke sudut dan berakhir di minibar. TV-nya masih menyala, gumpalan warna daging saling ribut satu sama lainnya. Earl merebahkan badannya lagi dan terkejut melihat dirinya sendiri yang sekarang terlihat lebih tua, gelap, rambutnya mencuat keluar dari kepalanya seperti lidah matahari. Cermin di langi-langit pecah, wajah cerianya lenyap dalam kerutan-kerutan. Earl lanjut menatap dirinya, terkejut dengan apa yang dilihatnya. Dia berpakaian lengkap, tapi pakaiannya lusuh, tanda-tanda usang terlihat di mana-mana.

Earl meraba tempat familiar di pergelangan tangan kirinya, mencari jam tangannya, tapi sudah lenyap. Dia menunduk melihat dari kaca ke lengannya. Lengannya polos dan kulitnya telah berubah menjadi gelap rata, seolah-olah dia tidak pernah memiliki jam tangan. Kulitnya rata berwarna gelap kecuali gambar panah hitam di balik pergelangan tangan Earl, menunjuk lengan bajunya. Dia menatap pada gambar panah itu untuk beberapa saat. Mungkin dia tidak mencoba untuk menggosoknya lagi. Dia menggulung lengan bajunya ke atas.

Panah itu menunjuk ke kalimat di sepanjang belakang lengan Earl. Dia membaca kalimatnya sekali, mungkin dua kali. Gambar panah yang lain muncul mulai dari awal kalimat, menunjuk jauh ke lengan Earl, menghilang di balik lengan baju yang digulung. Dia membuka kancing bajunya.

Melihat ke dadanya, dia dapat melihat jelas bentuknya tapi tidak dapat memfokuskannya, jadi dia melihatnya melalui kaca di atasnya.

Tanda panahnya mengarah ke atas lengan Earl, melewati bahu, dan turun sampai ke torsonya, berhenti pada gambar wajah seorang pria yang menutupi hampir semua dadanya. Wajah pria berbadan besar, botak, dengan kumis dan jambang. Wajah yang khas, tapi seperti sketsa gambar polisi, gambar itu sedikit tidak realistis.

Sisa bagian atas torsonya ditutupi kata-kata, frasa, potongan informasi, dan instruksi, semuanya tertulis terbalik bagi Earl, namun dapat dibaca dengan normal di cermin.

Akhirnya Earl duduk, mengancingkan kemejanya, dan berjalan ke arah meja. Dia mengeluarkan pena dan sepotong kertas catatan dari laci meja, duduk, dan mulai menulis.

Bagian 9

Aku tidak tahu di mana kau akan membaca ini. Aku bahkan tidak yakin jika kau akan mau membaca ini. Kurasa kau tidak harus membacanya.

Sayang sekali, sungguh, bahwa kau dan aku tidak akan pernah bertemu. Tapi seperti yang lagu itu katakan, “Saat kau membaca pesan ini, aku sudah pergi.”

Kita sangat dekat sekarang. Begitulah rasanya. Begitu banyak potongan yang disatukan, menjelaskan semuanya. Kurasa sekarang hanya masalah waktu sampai kau menemukan lelaki itu.

Siapa yang tahu apa yang telah kita lakukan untuk sampai di sini? Pasti cerita yang amat sangat panjang, andai saja kau dapat mengingatnya sedikit saja. Kurasa lebih baik kalau kau tidak dapat mengingatnya.

Aku terpikir sesuatu sekarang. Mungkin akan berguna untukmu.

Setiap orang menunggu sampai akhir, tapi bagaimana kalau kita ternyata telah melewati bagian akhirnya? Bagaimana kalau lelucon terakhir dari Hari Pembalasan adalah hal itu telah lama lewat dan berlalu, dan tidak ada satupun dari kita yang mengetahuinya? Kiamat datang tanpa suara; yang terpilih digiring ke surga, dan kita, sisanya yang gagal di pengujian, melanjutkan hidupnya, lupa akan hal itu. Mati, berjalan tanpa arah setelah para Dewa berhenti menghitung amal kita, masih optimis terhadap masa depan.


Kurasa, jika itu benar, maka tidak masalah lagi apa yang kau lakukan. Tidak ada lagi harapan yang dibebankan padamu. Kalau kau tidak dapat menemukan lelaki itu, maka tidak masalah, karena tidak ada yang akan dipermasalahkan. Dan jika kau ternyata menemukannya, maka kau bisa membunuhnya tanpa memikirkan konsekuensinya. Karena tidak ada konsekuensi.

Itulah yang kupikirkan sekarang, di kamar kecil berantakan ini. Bingkai-bingkai gambar kapal di dinding. Aku tidak tahu pasti, tapi aku harus menebaknya, aku tebak kita berada di suatu tempat di pinggiran pantai. Jika kau bertanya-tanya kenapa tangan kirimu lebih gelap lima kali lipat dibandingkan lengan kananmu, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan padamu. Kurasa kita pasti telah lama berkendara. Dan, tidak, aku tidak tahu apa yang terjadi dengan jam tanganmu.

Dan kunci-kunci ini: aku tidak tahu. Bukan barang yang kukenal. Kunci mobil, kunci rumah, dan kunci kecil untuk gembok. Apa yang telah kita lakukan?

Kuarasa dia akan merasa bodoh saat kau menemukannya. Ditemukan oleh manusia sepuluh-menit. Dibunuh oleh orang cacat otak.

Aku akan pergi beberapa saat lagi. Aku akan menaruh penanya, menutup mataku, dan kemudian kau bisa membacanya kalau kau mau.

Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku bangga padamu. Tidak ada orang lain yang akan mengatakannya. Tidak ada lagi yang akan menginginkannya.

Bagian 10

MATA EARL TERBUKA LEBAR, menatap melalui jendela mobil. Matanya tersenyum. Tersenyum melalui jendela di kepadatan orang-orang yang berkumpul di seberang jalan. Kerumunan orang yang berkumpul di sekitar mayat di ambang pintu. Mayatnya menghilang perlahan di seberang pinggir jalan dan ke masuk ke dalam pusaran keramaian.

Seorang lelaki pendek gemuk, terbaring di sana dengan mata terbuka. Kepala botak, dengan jambang. Terbujur kaku, mati, seperti yang tergambar di sketsa polisi, wajahnya terlihat sama. Ini pastilah seseorang yang diketahuinya. Tapi, sungguh, dia bisa siapa saja.

Earl masih tersenyum pada mayat itu saat mobil bergerak dari pinggir jalan. Mobil? Milik siapa? Mungkin mobil polisi. Mungkin saja hanya taksi.

Saat mobil memasuki jalan raya, mata Earl masih bersinar dalam gelapnya malam, memperhatikan mayat itu sampai menghilang ke dalam lingkaran pejalan kaki yang ingin melihat. Dia tertawa kecil pada dirinya sendiri saat mobil lanjut membuat jarak antara dia dan kerumunan yang semakin ramai.

Senyum Earl menghilang sedikit. Dia terpikirkan sesuatu. Dia mulai menepuk sakunya; awalnya pelan-pelan, seperti orang yang mencari kuncinya, kemudian mencari-carinya dengan putus asa. Mungkin karena usahanya dihalangi oleh sebuah borgol. Dia mulai mengosongkan isi sakunya ke atas kursi di sebelahnya. Beberapa lembar uang. Seikat kunci. Potongan kertas.

Sebuah gumpalan besi bulat menggelinding keluar dari sakunya dan meluncur ke kursi vinil. Earl menjadi panik sekarang. Dia memukul pemisah plastik antara dia dan pengemudi, meminta pena darinya. Mungkin supir taksi itu tidak fasih berbahasa Inggris. Mungkin polisi itu tidak mau berbicara dengan tersangka. Apapun itu, pemisah antara lelaki di depan dan lelaki di belakang tetap tertutup. Tidak ada pena yang didapatnya.

Mobil menghantam lubang di jalan, dan Earl mengedip pada pantulanya di kaca spion. dia sekarang tenang. Sopir itu berbelok lagi, dan gumpalan besi bergeser kembali dan beristirahat di atas kaki Earl dengan bunyi gemerincing sekali. Dia mengambil dan melihatnya, membuatnya penasaran. Itu adalah lonceng kecil. Sebuah lonceng besi kecil. Terukir di permukaannya adalah namanya dan beberapa tanggal. Dia mengetahui yang pertama; tahun kelahirannya. Tapi tanggal kedua tidak berarti apa-apa baginya. Tidak sama sekali.

Saat dia memutar lonceng itu di tangannya, dia menyadari tempat kosong di pergelangan tangan di mana jam tangannya biasa berada. Ada tanda panah kecil di sana, menunjuk ke atas tangannya. Earl melihat tanda panah itu, kemudian mulai menggulung lengan bajunya.

Bagian 11

“Kau akan terlambat datang ke pemakamanmu sendiri nanti,” kata istrimu. Ingat? Semakin aku memikirkannya, hambar rasanya. Lagipula, orang idiot macam apa yang terburu-buru ingin sampai ke akhir riwayatnya sendiri?

Dan bagaimana kutahu kalau aku terlambat? Aku tidak punya jam lagi. Aku tidak tahu apa yang telah kita lakukan dengan itu.

Lagipula, untuk apa kau punya jam? Itu barang antik. Beban mati yang menempel di pergelanganmu. Simbol dirimu yang lama. Dirimu yang percaya dengan waktu.

Tidak. Lupakan itu. Tidak terlalu berharga sehingga kau kehilangan rasa percayamu dengan waktu karena waktu telah kehilangan rasa percayanya terhadapmu. Dan lagipula, siapa yang perlu itu? Siapa yang mau menjadi salah satu orang tolol yang hidup di dalam brankas masa depan, di dalam brankas dari waktu ke waktu yang mereka rasa sebagai sesuatu yang berkuasa? Hidup di masa selanjutnya, di mana mereka tidak merasakan apapun. Terseok-seok di bawah jarum jam, jauh dari orang-orang yang melakukan hal-hal yang tak dapat dikatakan terhadap mereka. Percaya dengan kebohongan bahwa waktu akan menyembuhkan segala jenis luka --yang mana merupakan cara menyenangkan untuk mengatakan waktu membunuh kita.

Tapi kau berbeda. Kau lebih sempurna. Waktu adalah segalanya bagi kebanyakan orang, tapi bagimu, bagi kita, hanya satu hal. Satu. Satu waktu. Saat ini. Ibarat kau adalah pusat jam, pusat di mana jarum jam berputar. Waktu bergerak di sekitarmu tapi tidak pernah menggerakkanmu. Waktu telah kehilangan kekuatan untuk mempengaruhimu. Apa yang mereka katakan? Bahwa waktu adalah pencuri? Tapi tidak bagimu. Tutup matamu dan kau bisa memulai semuanya dari awal lagi. Keluarkan emosinya, sesegar mawar.

Waktu adalah sebuah kemustahilan. Sebuah hal yang tidak jelas. Satu-satunya hal yang penting adalah masa kini. Berjuta-juta kali lebih penting dibanding yang lainnya. Kau harus percaya padaku. Jika saat ini diulangi dengan cukup, jika kau terus mencoba -- dan kau memang harus terus mencoba -- pada akhirnya kau akan menemukan hal selanjutnya di daftarmu.
[Tamat]



Catatan Penerjemah:

1.      CRS (Can’t Remember Stuffs); sebuah singkatan slang Inggris yang berarti ‘tidak dapat mengingat apa-apa’. Penderitanya akan mengalami kelumpuhan pada ingatan jangka pendeknya, sehingga tidak dapat mengingat kejadian yang terjadi lebih dari 10 menit yang lalu. Penderita kronisnya bahkan akan mengalami memory lapse yang membuat ingatan jangka pendeknya selalu diperbaharui dalam kurun waktu tertentu.
2.     Gambar MRI adalah foto bagian tubuh manusia yang diambil dengan kamera x-ray untuk melihat bagian dalamnya.
3.     “So the question is not "to be or not to be”,”; dalam konteks cerita ini dapat berarti ‘hidup atau mati’ atau ‘balas dendam atau tidak’. Frasa ini muncul dalam drama Hamlet karya Shakespeare)
4.     ‘authority’; (saya kurang paham maksudnya apakah ini mengacu pada Tuhan atau sekedar ‘yang berkuasa secara hukum’)
5.     ‘aspic’; agar-agar transparan yang dibuat dari bahan daging
6.     ‘limbic system’; system urat syaraf dan jaringan di dalam otak yang mengendalikan emosi dasar dan gerakan.
7.     ‘Hallmark Cards’; kartu ucapan. Nama Hallmark diambil dari nama perusahaan Amerika terbesar yang memproduksi kartu ucapan di Kansas.
8.     “What like a bullet can undeceive!"; artinya apa yang kalian lihat seperti peluru mungkin bukanlah peluru. Karena bahkan fakta dapat mengelabuhi indera kita.

1 comment:

  1. Wah... makasih banget! ini yg saya cari2 dari dulu. Saya udah nonton filmnya berulang kali dan dapat cerpennya dalam bahasa inggris (tapi gak bisa dibaca, hehe)

    ngomong2 siapa penerjemahnya ya?
    Saran saya, satu cerpen lebih baik digarap satu penerjemah saja dan nama penerjemahnya dicantumkan. Ini untuk mencegah 1) karya anda dicopy paste orang lain dan diakui sebagai terjemahannya 2) Anda atau (blog ini) dituduh mengcopy paste terjemahan orang lain. Dan yg ketiga, siapa tahu ada penerbit yg sedang mencari penerjemah dan kebetulan tertarik dengan kualitas terjemahan anda :)

    Sekali lagi, makasih ya! nanti saya baca....

    ReplyDelete