PENGUMUMAN

Diberitahukan untuk seluruh pembaca Kumpulan Cerpen Terjemahan,


Kini blog KCT akan pindah ke alamat berikut>> https://cerpenterjemahan.wordpress.com/


Untuk selanjutnya, kami akan memposting cerpen baru di sana. Segera setelah kami selesai mengedit cerpen yang lama, dan merepost ke halaman yang baru, blog ini akan kami hapus.


Terima Kasih dan sampai jumpa di halaman yang baru. ^^

Cannibalism In The Cars


[Pembantaian di Dalam Kereta]
 
Mark Twain

Baru-baru ini aku mengunjungi St. Louis, dan dalam perjalananku ke sana, setelah transit kereta di Terre Haute, Indiana, seorang pria paruh baya yang berumur sekitar empat puluhan atau lima puluh, duduk di dekatku. Kami berbincang sekitar satu jam mengenai berbagai topik menarik, dan kusadari bahwa pria ini sangat cerdas dan humoris. Ketika aku mengatakan bahwa aku berasal dari Washington, dia segera bertanya mengenai berbagai figur politik dan perkembangan terbaru di Kongres. Dari caranya bertanya, pria ini pasti sangat mengenal kehidupan politik di ibu kota, bahkan sampai gaya hidup, adat istiadat, dan sistem birokrasi Senat dan Wakil Rakyat di gedung legislatur nasional. Tak berapa lama kemudian, ada dua pria yang berhenti di dekat kami dan seseorang di antara mereka berkata pada temannya; “Harris, kalau kau mau melakukannya untukku, aku tidak akan pernah melupakan jasamu.”


Mendengar kata-kata ini, matanya langsung mengilat. Pasti kata-kata tersebut membuatnya teringat dengan kenangan yang menyenangkan, pikirku. Kemudian dengan cepat wajahnya berubah serius dan hampir terlihat sedih. Dia menatapku dan berkata, “Izinkan saya menceritakan sebuah bab rahasia dalam kehidupan saya pada Anda. Sebuah kisah yang tidak pernah saya ceritakan sebelumnya pada siapapun sejak terjadinya peristiwa itu. Mohon dengarkan dengan seksama.”

Aku berjanji akan mendengarkannya dengan penuh perhatian tanpa memotongnya sedikitpun. Dia kemudian menceritakan kisahnya. Terkadang dia menjelaskan dengan gerak badannya, terkadang dengan nada yang melankolis, namun selalu dengan sikap sungguh-sungguh.

Berikut adalah kisahnya;

“Pada tanggal 19 Desember 1853, aku berpergian dari St. Louis ke Chicago dengan kereta malam. Saat itu ada dua puluh empat penumpang yang naik kereta. Di antara mereka tidak ada wanita atau anak-anak. Kami semua bergembira dan segera menjalin pertemanan dengan satu sama lain. Kusangka perjalanan itu akan menjadi perjalanan yang menyenangkan. Tidak ada seorangpun pada saat itu yang menyangka bahwa sesuatu yang sangat mengerikan akan menimpa kami.

“Jam sebelas malam, salju mulai turun dengan lebat. Setelah melewati sebuah desa kecil di Welden, kami memasuki daerah yang tidak dihuni siapapun. Angin yang berhembus kencang meniupkan salju bagai badai di lautan. Tinggi salju meningkat drastis, dan dari laju kereta yang semakin lambat, kami tahu bahwa mesin kereta mulai terbebani oleh salju yang semakin tebal. Terkadang kereta terhenti sebentar di tengah tumpukan salju yang semakin menggunung di sepanjang rel. Canda tawa kini sudah tidak terdengar lagi. Kegembiraan berganti menjadi kepanikan. Semua penumpang mulai ketakutan karena membayangkan bahwa mereka akan terjebak dalam badai salju di tempat antah berantah yang berjarak lima puluh mil dari pemukiman.

“Jam dua dini hari aku terbangun karena terusik dengan kegaduhan di sekelilingku. Aku segera tersadar bahwa kini kami benar-benar telah terjebak dalam badai salju! ‘Semua orang harus membantu menyingkirkan salju!’ Semua penumpang dengan cepat bergerak mematuhi perintah. Di malam yang kelam dan dipenuhi badai salju tersebut semua orang melonjak keluar kereta dengan pikiran bahwa setiap detik akan menentukan hidup-mati mereka. Sekop, tangan, papan, pokoknya apa saja yang dapat menyingkirkan salju digunakan. Jika diingat kembali, kondisi pada saat itu sungguh sangat aneh; bayangkan saja jika Anda melihat ada segelintir orang yang penuh kepanikan berusaha menyingkirkan saju yang menggunung dengan hanya ditemani lampu kereta yang menyala.

“Satu jam saja sudah cukup untuk membuktikan betapa sia-sianya usaha kami. Sementara kami menggali di satu titik, badai sudah kembali menumpukkan salju di titik lain. Dan lebih buruknya lagi, beban berat pada mesin telah membuat kemudi kereta menjadi rusak. Jadi, kalaupun kami berhasil menyingkirkan salju, kereta tetap tidak dapat dikemudikan. Kami kembali masuk ke gerbong dengan rasa letih dan sedih. Kami berkumpul di sekitar tungku pembakaran dan mulai berdiskusi. Sang konduktor mengungkapkan kekhawatirannya dan mengatakan bahwa tidak ada sama sekali persediaan makanan. Namun berita baiknya adalah kami tidak akan kedinginan karena ada banyak kayu bakar di tempat penyimpanan barang. Diskusi berakhir dengan kesimpulan dari sang konduktor bahwa berjalan kaki dengan jarak lima puluh mil di tengah badai seperti ini sama saja dengan mencari mati. Kami tidak dapat meminta seseorang untuk mencari bantuan, dan kalaupun bisa, tim penolong tidak akan dapat menembus badai salju seperti ini. Terpaksa kami hanya bisa pasrah dan menunggu dengan sabar sampai badai mereda. Kurasa bahkan seseorang dengan jiwa yang teguh sekalipun pasti akan goyah karena membayangkan apa yang dapat menimpa dirinya saat itu.

“Satu jam kemudian semua percakapan telah berubah menjadi bisikan-bisikan pelan mengenai garbong kereta yang berguncang-guncang karena diterpa badai. Lampu mulai meredup, dan kebanyakan dari para penumpang memposisikan diri mereka di sudut-sudut bayangan, berpikir dan berusaha melupakan situasi pada saat itu dan berusaha agar tertidur.

“Malam terasa sangat panjang, seolah tidak ada kesudahan. Akhirnya subuh pun menjelang. Saat cahaya mulai terang, para penumpang mulai bergerak dan terlihat hidup kembali. Kami lalu memandang keluar jendela. Situasi terlihat tidak menjadi lebih baik. Tidak ada satupun makhluk hidup yang terlihat, tidak ada sama sekali kecuali hamparan salju yang menggunung di sana-sini.

“Sepanjang hari itu kami habiskan dengan membersihkan salju di sekitar kereta tanpa banyak bicara. Malam yang kelam kembali menjelang, semua orang tampak sangat kelaparan.

“Hari-hari kami habiskan dengan cara yang sama. Semua orang bungkam, sedih, kelaparan, menunggu pertolongan yang tidak akan pernah datang. Malam selalu datang mencekam. Tidak ada yang dapat tidur dengan tenang, mereka selalu terbangun dengan rasa lapar yang melilit perut.

“Hari keempat datang dan berlalu. Dan hari kelima pun tiba. Lima hari terjebak dalam situasi yang mengerikan! Rasa kelaparan yang semakin membuas mulai tampak di tatapan mata setiap orang. Ada sebuah pikiran yang menghantui setiap hati semua orang. Sebuah pikiran mengerikan yang lambat laun semakin jelas namun tidak berani untuk diungkapkan.

“Hari keenam berlalu. Hari ketujuh dan semuanya semakin dekat dengan bayangan kematian. Seseorang harus mengatakannya sekarang! Pikiran buruk yang bersemayam di hati setiap orang sudah berada di ujung lidah masing-masing. Kemanusiawian tidak berlaku pada kondisi seperti ini. Richard H. Gaston, pria asal Minnesota, berbadan tinggi namun sekarang kurus kering, berdiri di antara kami. Semua yang hadir tahu apa yang akan dikatakannya. Dalam hati kami semua sangat riang gembira, namun kami tetap tenang dan hanya ada keseriusan di tatapan mata setiap orang.

’Tuan-tuan, ini sudah tidak dapat ditunda lagi! Waktu kita semakin sempit! Kita harus menentukan siapa diantara kita yang harus mati untuk menjadi makanan bagi yang lain!’

“John J. Williams, pria asal Illinois, berdiri dan berkata, ‘Tuan-tuan, saya mencalonkan James Sawyer dari Tennessee.’

“R. Adams dari Indiana berkata, ‘Saya mencalonkan Mr. Daniel Slote dari New York.’

“Charles J. Langdon; ‘Saya mencalonkan Samuel A. Bowen dari St. Louis.’

“Mr. Slote; ‘Tuan-tuan, saya ingin mengundurkan diri dan bertukar dengan John A. Van Nostrad dari New Jersey.’

“Mr. Gaston; ‘Jika tidak ada yang keberatan, maka permintaan Mr. Slote akan diterima.’

“Mr. Van Nostrad mengajukan keberatan, maka permintaan pemunduran diri Mr. Slote pun ditolak. Pemunduran diri Mr. Sawyer dan Bower juga diajukan dan ditolak dengan cara yang sama.

“A. L. Bascom dari Ohio; ‘Para calon telah dipilih, sekarang kita dapat melakukan pemilihan suara.’

“Mr. Sawyer; ‘Tuan-tuan, saya sangat keberatan dengan semua prosedur yang tidak teratur ini. Saya mohon agar semua ini segera dihentikan karena terlebih dahulu kita harus membentuk panitia pemilihan yang terdiri dari ketua dan beberapa asistennya. Setelah itu barulah kita dapat melangsungkan pemilihan yang adil.’

“Mr. Bell dari Iowa; ‘Saya keberatan. Ini bukan saat yang tepat untuk melakukan formalitas. Karena sudah tujuh hari kita sengsara tanpa makanan. Setiap detik yang kita habiskan dengan mendiskusikan hal yang remeh hanya akan membuat kita semakin tertekan. Saya cukup puas dengan para calon yang diajukan, dan saya yakin semua yang hadir di sini termasuk saya yakin bahwa kita harus segera memilih satu orang atau lebih. Oleh karena itu saya menawarkan mosi—‘

“Mr. Gaston; ‘Ditolak. Pemilihan yang tidak teratur malah akan berakibat pada pembuangan waktu.’

“Mosi untuk pembentukan kepanitiaan pun diterima, dan semua keberatan ditolak mentah-mentah. Akhirnya Mr. Gaston terpilih sebagai ketua, Mr. Blake sebagai sekretaris, Mr. Holcomb, Dyer, dan Baldwin ditunjuk sebagai panitia teknis pemilihan, dan Mr. R. M. Howland sebagai pembantu pelaksana untuk membantu panitia membuat keputusan.

“Rapat ditunda selama satu jam untuk memberi waktu panitia berdiskusi sesama mereka. Saat palu diketok, rapat kembali berjalan. Panitia menyampaikan laporan hasil diskusi dan mengajukan George Ferguson dari Kentucky, Lucien Herrman dari Louisiana, dan W. Messick dari Colorado sebagai calon. Laporan diterima.

“Mr. Rogers dari Missouri; ‘Ketua, saya ingin mengamandemen laporan yang diajukan dengan mengganti nama Mr. Herrman dengan Mr. Lucius Harris dari St. Louis. Bukannya saya bermaksud untuk merendahkan Mr. Herrman. Malah sebaliknya, saya sangat menghormatinya. Namun sekarang dia telah banyak kehilangan daging selama seminggu ini. Kita tidak boleh pura-pura tidak tahu tentang kesalahan panitia ini, entah memang karena kelalaian atau benar-benar sengaja, karena telah menawarkan seseorang yang tidak lagi bernutrisi kepada kita.”

“Ketua; ‘Mr. Roger, silahkan kembali ke tempat duduk Anda. Walau bagaimanapun, saya tidak dapat membiarkan integritas panitia pemilihan diragukan oleh para peserta. Sekarang, apa pendapat saudara-saudara terhadap mosi dari Mr. Roger?’

“Mr. Halliday dari Virginia; ‘Saya juga ingin mengamandemen laporan panitia dengan mengganti Mr. Messick dengan Mr. Harvey Davis yang berasal dari Oregon. Mungkin tuan-tuan merendahkan Mr. Davis karena dia berasal dari kalangan bawah, namun dia memiliki tubuh yang berisi. Lagipula, apakah ini saat yang tepat bagi kita mendiskusikan hal yang seremeh ini? Tidak, tuan-tuan, yang kita butuhkan adalah isi, bukan kejeniusan atau pendidikan. Saya bersikeras untuk mempertahankan mosi saya.’

“Mr. Morgan berdiri dengan antusias; ‘Ketua, saya amat sangat keberatan dengan amandemen yang diajukan. Mr. Davis sudah tua, dan terlebih lagi hanya tulangnya yang berisi, bukan dagingnya. Saya jadi heran, jangan-jangan Mr. Halliday ingin mempermainkan kita karena dia ingin membuat sup. Sekarang saya tanya Mr. Halliday apakah dia berani menatap mata kita satu per satu dan tetap ingin menjalankan tipuannya ini? Saya tanya apakah dia akan tetap mempermainkan kita walau dia tahu kesengsaraan yang kita hadapi sekarang? Saya jamin dia tidak akan berani!’ Semua yang hadir riuh bertepuk tangan.

“Akhirnya mosi Mr. Morgan diputuskan berdasarkan pemungutan suara, dan setelah perdebatan yang sengit, mosi tersebut ditolak. Namun amandemen pertama diterima dan Mr. Harris menggantikan Mr. Herrman. Kemudian pemilihan suara untuk memilih seseorang dimulai. Lima kali pemungutan suara namun tidak menghasilkan keputusan. Pada kali keenam, Mr. Harris terpilih. Semua orang yang hadir memilihnya kecuali dirinya sendiri. Dia mengajukan keberatan karena menurutnya keputusan hanya valid jika semua orang setuju, namun ini ditolak karena hanya dirinya sendiri saja yang tidak akan setuju.

“Mr. Radway menyarankan agar forum menentukan calon selanjutnya untuk sarapan nanti. Saran ini disetujui.

“Pemungutan suara kali pertama berakhir seri. Setengah anggota yang hadir memilih satu calon karena usianya yang masih muda, sedangkan setengahnya lagi memilih calon yang lain karena ukuran tubuhnya yang lebih besar. Ketua panitia akhirnya menjatuhkan pilihannya pada Mr. Messick. Keputusan ini sontak membuat teman-teman Mr. Ferguson, sebagai pihak yang kalah, menjadi tidak senang. Mereka mengajukan mosi pengulangan pemungutan suara, namun di tengah prosesnya, seseorang menawarkan mosi agar forum ditunda sementara, maka rapat itu pun diistirahatkan.

“Persiapan makan malam mengalihkan perhatian para anggota faksi Ferguson, dan ketika mereka kembali fokus dan ingin berdiskusi, pengumuman bahwa Mr. Harris telah dihidangkan melenyapkan minat mereka untuk melanjutkan diskusi.

“Kami membuat meja dari punggung kursi di gerbong kereta lalu duduk dengan hati penuh rasa syukur atas makan malam yang sangat lezat dipandang. Sikap semua orang berubah drastis hanya dalam hitungan jam! Sebelumnya hanya ada kepasrahan, kesedihan, kelaparan, kegelisahan yang meradang, keputusasaan. Namun itu semua berubah menjadi rasa syukur, tentram, dan kebagiaan yang sangat dalam. Itulah saat paling bahagia yang pernah kurasakan. Di luar, angin masih berhembus kencang dan menghempaskan salju ke kereta yang menjadi penjara kami, namun itu tidak lagi membuat kami ketakutan. Aku menyukai Harris. Mungkin dia memang lebih baik dijadikan santapan, tapi aku tetap menganggap bahwa dialah satu-satunya orang yang punya banyak kesamaan denganku. Dia telah memberikanku kepuasan yang luar biasa besar. Messick memang sedikit penuh rasa, namun Harris lebih lezat dan bernutrisi. Walau bagaimanapun Messick punya kelebihannya sendiri, namun tetap saja dia tidak cocok sebagai sarapan karena rasanya sangat keras.”

“Jadi maksud Anda—“

“Tolong jangan memotong ceritaku. Setelah sarapan, kami memilih seseorang yang bernama Walker, pria asal Detroit, untuk makan malam. Dia sangat lezat. Aku menuliskan surat dan mengatakan ini kepada istrinya. Dia pantas dipuji. Aku akan selalu ingat Walker. Orang dengan rasa lezat sepertinya sangat langka. Kemudian, keesokan paginya kami memilih Morgan dari Alabama sebagai sarapan. Dia adalah pria yang sangat cerdas, tampan, berpendidikan, sopan, dapat berbicara dengan beberapa bahasa dengan lancar, pokoknya sangat sempurna dan menggiurkan. Untuk makan malam, kami memilih Harvey Davis. Penampilannya ternyata menipu. Aslinya dia sudah tua, kerempeng, dan alot. Semua orang merasa tertipu. Akhirnya aku berkata, ‘Tuan-tuan, silahkan Anda menyantap Mr. Davis, saya tidak akan bergabung dan memilih untuk menunggu pemilihan selanjutnya.’ Mr. Grimes juga berkata, ‘Aku juga akan menunggu. Ketika kalian telah memilih orang yang lebih baik, aku akan kembali bergabung.’ Jelas bahwa banyak yang kecewa dengan Mr. Davis, dan karena sikap semua orang telah berubah sejak menyantap Mr. Harris, maka untuk menjaga rasa suka cita, kami kembali melakukan pemungutan suara dan akhirnya Mr. Baker dari Georgia terpilih. Rasanya sungguh luar biasa! Setelah itu kami menyantap Doolitle, Hawkins, McElroy (ada beberapa orang yang protes, karena McElroy sangat pendek dan kurus), Penrod, dua pria yang sama-sama bernama Smith, Bailey (Bailey ternyata punya kaki palsu, dan sekali lagi kami merasa tertipu), pemuda Indian, dan Buckminster (gelandangan kurus yang sama sekali tidak cocok untuk dijadikan sarapan). Kami bersyukur karena telah memilihnya sebelum bantuan datang.”

“Jadi bantuan yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga?”

“Ya, bantuan datang pagi harinya tepat setelah selesai pemilihan. Saat itu John Murphy terpilih, dan kujamin pasti tidak ada yang lebih baik darinya. Namun John Murphy pulang bersama kami dengan kereta bantuan yang datang, kemudian dia menikahi jandanya Mr. Harris.”

“Jandanya siapa?”

“Jandanya pilihan pertama kami, Mr. Harris. Dia menikahinya dan sekarang hidup dengan bahagia. Ah, rasanya seperti kisah romantis di novel. Saya harus turun di sini. Saya ucapkan selamat jalan. Jika Anda ingin berbincang lagi, saya dengan senang hati akan menemani Anda. Saya menyukai Anda, sama seperti ketika saya menyukai Harris. Selamat jalan, semoga perjalanan Anda menyenangkan.”

Dia pun berlalu. Tidak pernah aku merasa seterkejut ini. Tapi jauh di lubuk hatiku, aku lega dia telah pergi. Sikapnya santun dan suaranya lembut, namun tatapan lapar matanya membuatku gemetaran. Ketika aku mendengar dia berkata bahwa dia menyukaiku sama seperti mendiang Harris, jantungku terasa hampir copot!

Aku amat sangat gelisah dibuatnya. Aku tidak meragukan kata-katanya. Aku tidak dapat meragukan kebenaran kalimat-kalimat yang diucapkannya dengan sangat serius dan penuh arti. Namun detil-detil dalam kisahnya sangat menggangguku, dan membuat kepalaku pusing setengah mati. Kulihat sang konduktor sedang memandangku. “Siapa pria tadi?” tanyaku.

“Dia dulunya anggota kongres, dan salah satu tokoh yang hebat. Tapi suatu hari dia terjebak di dalam kereta oleh badai salju yang lebat, dan sepertinya saat itu dia hampir mati kelaparan. Saat ditemukan, tubuhnya sudah hampir membeku. Dia terus-terusan mengatakan bahwa dia sangat kelaparan dan meminta seseorang membawakannya makanan. Setelahnya dia menjadi gila selama dua atau tiga bulan. Dia sekarang sudah kembali sehat, hanya saja dia menjadi monomaniak[1], dan ketika dia mulai menceritakan kisah lamanya itu, dia tidak akan berhenti sampai dia selesai memakan seluruh orang di gerbong kereta tersebut. Seharusnya sekarang dia selesai memakan mereka semua, tapi dia harus turun di sini. Nama-nama yang diciptakannya selalu sederhana namun meyakinkan. Ketika dia telah memakan mereka semua kecuali dirinya sendiri, dia akan berkata, ‘Kemudian detik-detik menjelang pemilihan untuk sarapan tiba. Dan karena tidak ada lawan, maka akupun terpilih, namun juga karena tidak ada yang menolak, maka akupun mengundurkan diri. Makanya aku dapat berada di sini sekarang.’”

Aku merasa amat sangat lega mendengar bahwa itu semua hanya lelucon dari orang gila, bukan kisah nyata tentang kanibal yang haus darah.

[selesai]

Catatan Penerjemah:
[1] Monomaniac; keadaan jiwa seseorang, di mana pikiran orang tersebut menjadi terobsesi terhadap sesuatu atau peristiwa.

No comments:

Post a Comment