PENGUMUMAN

Diberitahukan untuk seluruh pembaca Kumpulan Cerpen Terjemahan,


Kini blog KCT akan pindah ke alamat berikut>> https://cerpenterjemahan.wordpress.com/


Untuk selanjutnya, kami akan memposting cerpen baru di sana. Segera setelah kami selesai mengedit cerpen yang lama, dan merepost ke halaman yang baru, blog ini akan kami hapus.


Terima Kasih dan sampai jumpa di halaman yang baru. ^^

The Five Boons of Life



The Five Boons of Life
(Lima Anugerah kehidupan)


Pengarang: Mark Twain
Penerjemah: Harum Wibowo



BAGIAN I

Pada suatu pagi datanglah seorang peri yang baik dengan keranjangnya, dan berkata:

"Ini adalah hadiah. Ambil satu, tinggalkan yang lain. Dan waspada, pilihlah dengan bijaksana; oh, pilihlah dengan bijak! Karena hanya salah satunya saja yang berharga!”

Ada lima hadiah: Ketenaran, Cinta, Kekayaan, Kesenangan, Kematian. Pemuda itu berkata dengan penuh semangat:

"Tidak ada yang perlu dipertimbangkan", dan dia memilih kesenangan.

Dia pergi menjelajah dunia dan mencari kesenangan-kesenangan yang disukai pemuda itu. Namun semuanya berumur pendek dan mengecewakan, sia-sia dan hampa; dan masing-masingnya, yang telah berlalu, mengejeknya. Pada akhirnya ia berkata: "Tahun-tahun yang telah kusia-siakan ini. Andai saja aku bisa memilih lagi, aku akan memilih dengan bijak.”

BAGIAN II

Sang peri muncul, dan berkata:

"Masih ada empat hadiah. Pilihlah sekali lagi; dan oh, ingatlah, waktu tetap berjalan, dan hanya salah satu dari ini yang berharga."

Pria itu berpikir dengan lama, kemudian memilih Cinta; dan tidak menyadari air mata yang menggenang di mata sang peri.

Bertahun-tahun kemudian, pria itu duduk di samping peti mati, di rumah kosong. Dan dia berbicara dengan dirinya sendiri, mengatakan: "Satu per satu mereka telah pergi dan meninggalkanku, dan sekarang dia berbaring di sini, yang tersayang dan yang terakhir. Kesedihan demi kesedihan melanda hidupku, karena setiap jam yang penuh kesenangan, Cinta, yang dijual oleh pedagang curang kepadaku, kini aku harus mengalami berjam-jam kesedihan. dari lubuk hati aku mengutuknya."

BAGIAN III

"Pilihlah lagi." Kata sang peri.

"Waktu telah mengajarkanmu kebijaksanaan -- pastilah begitu. Masih ada tiga hadiah lagi. Hanya salah satunya yang bernilai -- ingatlah itu, dan pilih dengan hati-hati."

Pria itu berpikir lama, kemudian memilih Ketenaran; dan sang peri, mendesah, lalu pergi.

Bertahun-tahun berlalu dan peri itu datang lagi, dan berdiri di belakang pria di mana ia duduk sendirian saat hari mulai gelap, berpikir. Dan ia tahu pikirannya:

"Namaku memenuhi dunia, dan puji-pujiannya keluar dari setiap mulut orang, dan itu tampaknya bukan masalah bagiku untuk sementara waktu. Sangat singkat sekali! Kemudian datanglah dengki; lalu umpatan; lalu fitnah; lalu kebencian; lalu penganiayaan. Lalu cemoohan, yang merupakan awal dari sebuah akhir. Dan terakhir datanglah belas kasihan, yang merupakan pemakaman bagi ketenaran. Oh, kepahitan dan penderitaan yang mahsyur! Target utama comberan, target busuk kenistaan dan rasa iba."

BAGIAN IV

"Walapun begitu, pilihlah lagi." Itu adalah suara sang peri.

Sisa dua hadiah. Dan jangan putus asa. Dari awal memang hanya ada satu yang sangat berharga, dan itu masih ada di sini."

"Kekayaan -- yang merupakan kekuatan. Betapa butanya aku!" kata pria itu. "Sekarang, akhirnya, kehidupan akan menjadi berharga. Aku akan menghabiskan, memboroskan, memanjakan mata. Para pengejek dan yang suka memandang rendah ini akan berlutut di depanku, dan aku akan memberi makan hatiku yang lapar dengan kedengkian mereka. Aku akan memiliki semua kemewahan, semua kebahagiaan, semua pesona jiwa, semua kepuasan ragawi yang manusia impi-impikan. Aku akan membeli, membeli, membeli! Rasa segan, rasa hormat, penghargaan, pengagungan -- setiap anugerah palsu kehidupan yang dapat disediakan seterusnya oleh urusan jual-beli sepele di dunia. aku telah kehilangan banyak waktu, dan memilih dengan buruk sampai sekarang, tetapi kubiarkan itu berlalu, saat itu aku masih bodoh, dan hanya mengambil apa yang kelihatannya seperti hal yang terbaik.

Tiga tahun yang singkat berlalu, dan suatu hari tiba ketika pria itu duduk menggigil di loteng yang dingin; dan dia kurus, lesu, bermata hampa, dan berpakaian compang-camping; dan ia menggerogoti kerak yang telah kering dan bergumam:

"Terkutuklah semua karunia dunia itu, karena mereka hanyalah cemoohan dan kebohongan manis! Dan mencaci-maki, setiap orang. Mereka bukanlah anugerah, tetapi semata-mata hanya pinjaman. Kesenangan, Cinta, Ketenaran, Kekayaan: mereka hanyalah samaran sementara untuk realitas abadi -- Penderitaan, Nestapa, Aib, Kemiskinan. Sang peri mengatakan hal yang benar, di dalam keranjangnya hanya ada satu hadiah yang berharga, hanya satu yang bukan tidak berharga. Kini aku menyadari betapa menyedihkan dan murahan dan kejamnya hadiah-hadiah yang lainnya itu, dibandingkan dengan yang tak ternilai itu, yang berharga dan manis dan baik itu, yang terlalu mahal bahkan untuk diimpikan dan membawa tidur abadi kepada rasa sakit yang menganiaya tubuh, dan aib dan nestapa yang memakan pikiran dan hati. Ayo kemari! Aku sudah lelah, aku akan beristirahat. "

BAGIAN V

Sang peri datang, membawa kembali empat hadiah tersebut, tapi Kematian tidak ada di situ. Dia berkata:

"Aku memberikannya kepada seorang peliharaan ibu, seorang anak kecil. Dia sangat bebal, tapi mempercayaiku, memintaku memilihkan untuknya. Kau tidak memintaku memilihkannya untukmu."

"Oh, malangnya aku! Apa yang tersisa untukku?"

"Apa yang bahkan tidak layak untuk kau dapatkan: Masa Tua yang Hina."

~The end~

No comments:

Post a Comment